“Agni, gue kangen.” Seorang pemuda berstyal harajuku menatap
lurus keluar jendela, memandang bintang dan bulan yang tengah bersinar
terang di angkasa. Memandang mahakrya tuhan, yang entah di ciptakan
sebagai hiasan terindah.
“Sekarang lo lagi apa ya Ag?
Kangen.” Ucapnya lirih. Di pandanganya foto yang terletak di samping
replika gitarnya. Foto dua orang insan manusia yang sudang berangkulan
dan tersenyum hangat.
Pemuda itu menghela nafas berat,
rasanya dulu dia bodoh sekali meninggalkan gadisnya. Bukan gadisnya tapi
gadis yang sanagat dia sayangi. Gadis yang saat ini entah masih berada
di dalam lubuk hatinya.
Tiga tahun bukanlah waktu yang
sebentar, pemuda itu meninggalkan gadis itu tanpa pesan satu kata pun.
Rasanya pemuda ini merasa sangat bersalah pada gadis itu. Dan bodohnya,
dia tak pernah mengetahui isi hati gadis manis itu. Gadis yang selalu
menemani hari – harinya. Justru dulu ia memilih gadis lain yang tidak
pernah mau tahu akan posisi hidupnya.
“Gue kangen main
gitar sama lo. Kangen pas gue, lo, Mas Elang bareng – bareng. Gue kangen
segala tentang lo Ag.” Di helanya nafas itu semakin berat. Ingin
rasanya dia loncat ke neraka karena kebodohan di masa lalunya.
CKLEK
Pintu
kamar bernuansa bola basket itu terbuka. Terlihat sosok cowok bertubuh
jangkung menyembul dari balik pintu. Cowok itu nyengir menatap pemuda
itu. Sementara pemuda itu mendengus kesal. Di tutupnya pintu itu, di
hampirilah adik semata wayangnya.
Elang. Bryan Elang
Mahendara. Cowok itu duduk di kasur kamar adiknya dan mengambil gitar
Ibanez yang tergeletak tak berdaya di kasur itu.
Di
genjrengnya gitar itu asal – asalan namun menghasilkan suara yang khas
dan menawan. “Muka lo kusut banget sih Kka?” tanya Elang.
“Gue? Gue ga papa kok.” Ucap Kka. Cakka. Cakrawala Sadewa Mahendra.
“Jujur
aja dah sama gue, lo kenapa? Muaka lo itu ga ngeyakinin gue kalau lo ga
kenapa – napa.” Ujar Elang sambil meletakkan gitar yang semula ia
mainkan ke kasur kembali.
Cakka menghela nafas berat. “Gue
kangen Agni kak.” Kata Cakka lirih dan kembali pandangannya tertuju
pada pigura foto di atas meja belajarnya bersebelahan dengan replika
gitar.
“Dateng aja ke rumahnya Kka. Di Purworejo ini, deket kalik dari Jogja.” Ucap Elang enteng.
Cakka
mendengus pelan mendengar ocehan Kakaknya yang terkesan lebih ke
mengejek dari pada ngasih semangat.”Yang gue denger dia udah pindah”
Ucap Cakka.
“Tahu dari mana lo kalau dia pindah?” tanya Elang tidak yakin.
“Gue
kemaren ketemu sama Acha temen SMP dia. Dan kata Acha, Agni pindah dari
Purworejo sekitar 5 bulan yang lalu. Dan Acha sama sekali ga mau ngasih
tahu gue Agni pindah kemana.” Cerita Cakka memandang sang Kakak dengan
tatapan minta bantuan.
Elang menatap Cakka prihatin.
Rasanya ia ingin sekali membantu adiknya ini mencari seseorang yang
mungkin sangat berharga untuk Cakka. Tapi mau bagai mana lagi, Elang
saja tak tahu keberadaan gadis itu. Sudah lama Elang lostcontac bahkan
baru saja satu tahun yang lalu dia masih berhubungan via Sms dan telefon
dengan gadis itu tanpa sepengetahuan Cakka. Namun dikemudian hari nomer
gadis itu sama sekali tidak aktif kembali.
“Gue bakal bantuin lo Kka.” Ucap Elang sambil menepuk bahu adiknya yang tengah menatap jendela dengan padangan nanar.
“Gimana caranya Mas, gue sama sekali ga ada informasi dia ada diamana.” Cakka memandang sang Kakak dengan pandangan frustasi.
“Kenapa lo baru ngerasa kehilangan dia sekarang? Kemana lo tiga tahun yang lalu?” tanya Elang memandang Cakka sengit.
“Gue....
Gue... gue ga tahu, gue kangen dia. Selama ini gue coba ngelupain dia
tapi itu ngebuat gue semakin mikirin dia. Dan bodohnya gue, gue dulu
ninggalin dia. Milih pindah ke Jakarta buat Shilla. Rasanya gue setalh
itu pengen mati Mas. Gue....Gue kangen dia.” Entahlah wajah Cakka saat
ini bisa di bilang memprihatinkan di mata Elang. Mata itu memerah,
tergenangnya air mata yang tak bisa tumpah.
CAKKA menangis! Menahan tangis yang sudah lama di pendamnya. Elang jadi miris sendiri memandang Adiknya itu.
Di
usapnya pundak adiknya itu penuh rasa sayang. “Lo pasti bisa Cakrawala
Sadewa.” Ucap Elang. Cakka memandang elang tidak yakin. “lo mau dia
balikkan? Lo berusaha cari dia dong jangan kayak lekong begini. Lemah
banget lo jadi cowok.” Ujar Elang. Lebih tepatnya memberi semangat sang
adik untuk bangkit.
Cakka mengaguk mendengar ucapan Elang.
Di hapusnya genagan air mata yang entah belum mengalir tapi ingin
mengalir. “Yaudah, gue balik ke kamar. Awas lo jangan kayak lekong masak
cowok nangis sih. Cupu!” kata Elang dan berjalan kearah pintu.
“Mas”
panggil Cakka. “Dia itu sebagian jiwa dan nafas gue Mas.” Katanya. “Gue
sayang dia.” Ujar Cakka dengan menatap Elang seolah memberitahukan
padanya kalau gadis itu begitu Cakka inginkan dan gegam kembali.
Cakka
tahu. Bahkan sangat tahu, kalau kakaknya itu begitu menyayangi Agni.
Gadis manis itu seperti menyayangi dia sebagai adik kandungnya. Bahkan
Cakka benar – benar tahu, selama Cakka pindah dan menetap di Jakarta
selama 3 tahun. Elang masih berhubungan baik dengan gadis manis itu.
Elang
tahu apa maksud Cakka berbicara seperti itu. Elang meghela nafas berat.
“Gue tahu Kka. Tapi sayang gue udah lostcontac sama dia udah satu tahun
belakangan ini.” Kata Elang menatap Cakka sedih.
“Gue yakin dia ada di Jogja tapi gue ga tahu dia dimana. Dia pernah cerita pengen lanjut sekoalah di Jogja lagi.” Ujar Elang.
“Entar gue bantuin lo dah Kka.” Kata Elang sambil menutup pintu kamar Cakka rapat.
Cakka
menghela nafas berat. Sepertinya keputusannya tiga tahun yang lalu
benar – benar salah. Mungkin Elang sudah lostcontac. Apakah Ayahnya
masih berhubungan dengan orang tua Agni? Cakka sendiri tidak yakin
bertanya pada sang Ayah.
Cakka menatap nanar hidupnya
sendiri. Ia benar – benar salah langkah. Ingin sekali dia memutar waktu
tapi mana mungkin hal itu bisa kembali.
------
Brakkk
“Aduh, seragagam gue.” Rintihnya sambil melihat tumpahan capucino membasahi seragam putihnya.
“Sorry Sorry” ucap peemuda itu lantas mengerajap menatap gadis di depannya itu. “Agni” katanya.
“Mas Elang.” Buru – buru Agni berbalik memutar badannya dan berlalri. Yang Agni ingin sekarang adalah, segera mungkin menjauh dari Elang.
“Ag, Agnii. Agni tunggu woeyy.” Ucap Elang lantas mengejar Agni.
Agni melangkah sejauh – jauhnya. Yang Agni ingin menghindar dari Elang. Dirinya sama sekali belum siap kalau Bertemu Elang sekarang. Elang itu sebagian dari Cakka. Dan Agni sama sekali ga siap ketemu Cakka.
“AGNIII” Elang berteriak di depan galerya Mall kencang. Tapi Agni sama sekali tak bisa di kejar. Gadis itu entah berlari kearah mana. Elang sampai kualahan sendiri di buatnya.
Dugaannya benar – benar tidak meleset. Agni melanjutakn sekolah di Jogja. Dan kalau tidak salah, seragam yang di pakai Agni tadi adalah seragam SMA Negeri 3 Yogyakarta. Apakah benar gadis itu menuntut ilmu disana? Elang sepertinya harus menyelidiki secepatnya.
Paling tidak, sebelum Agni bertemu dengan Cakka. Elang akan bicara 4 mata pada gadis itu. Itu harus Elang lakukan secepatnya, sebelum tanpa sengaja Cakka bertemu dengan Agni. Resikonya jauh lebih besar. Apalagi Cakka itu orangnya ambisus dan Elang yakin, jika dia memberitahukan kalau dia baru saja bertemu Agni memakai seragam Padmanaba. Cakka ga akan segan – segan nongkrong di depan gerbang SMA 3 buat nungguin Agni.
Elang mendengus, gadis itu sepetinya ketakutan sekali saat bertemu dengannya. Apa yang harus Elang lakukan. Elang kasian dengan Cakka sudah sekitar 3 bulan semenjak Cakka kembali ke Jogja, adiknya itu sama sekali ga menampakkan tanda kebahagiaan. Kerjaanya setelah pulang sekolah cuma ngalamun sambil main gitar. Elang miris sendiri melihat Cakka.
Dia harus melakukan sesuatu. Tapi itu apa? Membuat Agni kembali ke pelukan Cakka? Membuat gadis itu hidup kembali di antara keluarganya? Apa semudah itu, setelah tiga tahun Cakka pergi tanpa kabar dan memintanya kembali. Itu rasanya memalukan sekali.
---------------
Cakka baru saja keluar dari kelasnya saat menatap hujan yang baru saja menguyur Yogyakarta. Pemuda itu menghela nafas gelisah, Cakka adalah murid baru di SMA Muh.2 Yogyakarta. Dia masih begitu baru disini, masih asing dengan suasana sekolah ini.
Nampak beberapa murid berjalan cepat meninggalkan sekolah untuk segera pulang. Sebelum hujan semakin deras menguyur. Cakka memandang tetesa hujan itu resah. Ada sesuatu yang menganjal. Tapi dia sendiri ga tahu apa itu.
“Kka.” Panggil seorang pemuda berambut gondrong.
Cakka, memandang rekannya itu heran dengan mengangkat satu alis kanannya. “Belum pulang lo?” tanya pemuda itu.
Cakka menghela nafas lantas mengeleng. “Hujan Ray.” Ucapnya lirih.
“Lo kenapa Kka? Lesu gitu?” tanya Ray.
Raynald Cahya Pramudya. Teman SMP Cakka sebelum Cakka pindah ke Jakarta. Dulu mereka satu sekolah di SMP Negeri 5 Yogyakarta barsama Agni juga. Tapi cerita mereka benar kandas saat Cakka memutuskan pindah ke Jakarta. Dan satu bulan kemudian Agni dipindahkan ke SMP Negeri 2 Purworejo. Dan sekarang Ray dan Cakka dipertemukan kembali saat kelas XI SMA. Dan nyatanya mereka satu sekolah bahkan satu kelas kemabali.
“Gue ga papa kok Ray. Cuam gue ada perasaan ga enak aja hari ini.” Jawab Cakka.
“Hemm.... lo beneran pengen ketemu Agni ya Kka?” tanya Ray was – was.
Cakka menatap Ray mendelik. Seolah mencari sesuatu yang disembunyikan oleh sahabatnya itu. Mungkin saja selama ini Ray pura – pura tidak tahu dengan keberadaan Agni. “Kenapa?” desis Cakka tajam.
“Egg, kalau iya. Kayaknya itu udah... udah ga mungkin Kka.” Kata Ray lirih.
“Maksud lo ga mungkin?” Kata – kata Cakka semakin tajam saja. Dan itu jelas membuat nyalinya semakin ciut. Cakka itu yaaa you knowlah. Badboy. Dan Ray juga termasuk anak buah Cakka yang memiliki kemampuan berkelahi setara dengan Cakka.
“Agni....Agni takut lo sakitin.” Kata Ray cepat.
“Apa?!”
“Dia ga mau ketemu lo, alasannya simple Kka. Masa Lalu. Itu yang gue tahu.” Ujar Ray secepat mungkin lantas melangkah berlari menjauh dari Cakka. Takut – takut Cakka ngamuk karena ucapannya tadi.
Cakka mengerang kesal atas ucapan Ray barusan. Kata – kata itu seolah menohok relung hatinya. Menghantamnya dengan ribuan belati. Seolah – olah Agni memang tidak mau kembali dalam masa lalunya. Atau menyisipkan namanya dalam hati Agni. Itulah yang Cakka tangkap dari ucapan Ray.
Cakka yakin sekarang. Ray pura – pura tidak tahu keberadaan Agni. Namun kenyataannya Ray begitu dekat dengan gadis itu tanpa memberitahu Cakka sama sekali. Tapi itu hak Agni memang jika tidak mau bertemu Cakka. Tapi Cakka harap tidak seperti itu. Gadis itu mau menemuinya walau hanya sesaat. Itu yang ingin Cakka lakukan secepatnya.
Cakka mengepalkan tangannya keras, melangkah menerobos hujan dengan emosi yang sedang berada di puncaknya. Kebodohan apa lagi yang akan Cakka buat kali ini. Pemuda itu sama sekali belum bisa berpikir mengunakan logikanya melainkan selalu emosinya yang berdiri menantang pertama kali.
-------------
Agni mematung menatap sesorang yang bejarak kurang dari 5 meter di hadapannya saat ini. Nafasnya tiba – tiba tercekat, kakinya susah di gerakkan. Dia ingin berlari dan beranjak, rasanya air mata selama 3 tahun itu berbondong – bondong ingin keluar saja.
Rasa marah, kesal, kangen, sebal, tiba – tiba menerobos relung hatinya. Agni ingin segera lari dari tempat itu. Kakinya terasa terpaku menatap sosok pemuda yang tengah duduk menatap jendela di sampingnya kosong.
Pemuda itu mengarahkan pandangannya memandangi cafe itu.
TAP! Pandangannya bertemu dengan Agni yang saat itu ingin menangis. Mata gadis itu jelas – jelas sudah memerah dan air mata itu akan segera terjun bebas. Pemuda itu melototkan matanya lebar – lebar saat melihat Agni mematung di depan pintu cafe.
“AGNIIIII!!” teriaknya kencang.
Tangis Agni pecah, gadis manis itu sekuat tenaga berbalik dan berlari. Hatinya benar – benar tidak siap untuk bertemu pemuda itu sekarang. Benar – benar tidak yakin ingin kembali pada pemuda itu.
“AGNIII, GUE MAU NGOMONG SAMA LO!” Teriaknya keras setelah berada di luar cafe.
Agni berhenti berlari. Dia merasa kakinya benar – benar terpaku saat ini. Rasa dalam hatinya terlalu sulit untuk di utarakan dan di gambarkan. Tapi hatinya memberontak kalau dia benar – benar kangen pemuda itu.
Agni menunduk saat pemuda itu melangkah pelan menghampirinya. Detik berikutnya Agni mengelengkan kepalanya. Air mata itu semakin deras saja mengalir dari pelupuk matanya. Kemudan dia beranjak berlari kambali. Sebisa mungkin menjauh – sejauhnya dari pemuda itu.
Agni munafik! Ya, Agni memang munafik. Menentang dan bertarung pada perasaannya sendiri. Menyangkal dirinya sendri untuk tidak bertemu Cakka. Pikirnya ini adalah hal ampuh untuk menghindar dari Cakka.
‘engak sekarang Kka.’ Batin Agni. Gadis itu sekrang lenyap di tikungan menuju daerah gramedia. Pemuda itu mengeram kehilangan jejak Agni.
Cakka. Ya, pemuda itu adalah Cakka. Agni seperti sesak nafas sendiri saat melihat Cakka. Gadis itu ketakutan setengah mati bertemu dengan Cakka. Cakka seperti hantu baginya.
Gadis manis itu, gadis yang sangat Cakka sayangi sejak dahulu itu. Reylagnia Rainna. Sosok gadis manis yang selalu berada dalam fikiran Cakka. Menempati hati terdalamnya dan tak pernah tergeser sejengkalpun. Namun pernah terlupakan.
-----------------
BRAKKK
Cakka membanting pintu kamarnya kasar. Matanya saat ini benar – benar memerah. Tiba – tiba rasa bersalahnya kembali dan kebali. Cakka melompat keatas kasurnya. Menelungkupkan wajahnya di bantal. Mengerang marah pada dirinya sendiri.
“AGNIII GUE KANGEN LO!” suara Cakka terisak tertahan di bantal.
“Agrahhhhhh, segitu marahnya lo sama gue Ag?” ucap Cakka berbalik mnghadapkan tubuhnya ke langit – langit kamarnya. Tak terasa air mata itu mengalir dengan sendirinya. “Lo ga ngerasain gimana gue tanpa lo Ag?” ucap Cakka lirih menatap foto dirinya dan Agni yang berada di atas meja belajarnya.
Cakka mengambil boneka berbentuk bola basket yang di berikan Agni saat ulang tahunnya ke 12 tahun. Di peluknya boneka itu seolah – olah itu Agni. Rasanya Cakka ingin mati jika terus menerus menyakiti gadis itu dan berdiri di bayang – bayang masa lalu Agni. Cakka harus berada dalam dimensi masa depan Agni bukan bayangan waktu masa lalu Agni.
“Gue ga boleh berada dalam lingkaran masa lalu. Harusnya gue perjuangin Agni.” Kata Cakka menatap lurus langit kamarnya. Dan kemudaian pemuda tampan itu terlelap dalam alam mimpinya
---------------------------------
“Agni kita perlu bicara.” Ucap Elang tegas saat mendapati gadis manis itu baru saja keluar dari sekolahnya.
Elang langsung saja mencekal pergelangan gadis itu takut Agni mendadak lari darinya lagi. Dan berontak tidak mau berhadapannya dengannya.
“Tapi.... tapi Mas, aku ........................”
“Bukan karena Cakka. Lo ketemu karena gue, oke? Lo sayang sama gue kan? Lo anggep gue Kakak lo kan? Kita bicara baik – baik.” Kata Elang sambil mengusap puncak kepala Agni guna menenangkan gadis itu.
Agni mengerti kemauan Elang dan maksud tujuan Elang menemuinya dan jelas – jelas ini tidak jauh – jauh karena Cakka. Agni menimbang permintaan Elang. Apa salahnya sih bicara baik – baik dari pada terus menghindar? Toh, Agni tidak dapat menghindar dari ini semua. Dia harus menghadapi permasalahan yang memang sudah tercipata.
“Gimana? Mau ya Ag?” tanya Elang sekali lagi.
Agni mengangguk menangapi permintaan Elang. Gadis itu lantas tersenyum pada pemuda jangkung itu. Itung – itung dia juga kangen Elang, lama banget ga ketemu. Mas Elang itu udah kayak kakak kandung bagi Agni.
“Thanks Agni.” Ucapnya, lantas mengacak puncak kepala Agni gemas.
Rasanya Elang ingin memeluk gadis manis ini. Tapi bisa – bisa ia di habisi Cakka kalau sampai – sampai adiknya itu melihat. Dulu, melihat Agni berada di gendongan Elang saat Agni jatuh dari sepeda saja Cakka ngambeknya selama seminggu. Gimana kalau Elang meluk Agni? Bisa – bisa ia dicoret jadi Kakaknya.
“Apa kabar kamu Ag?” tanya Elang basa – basi. Saat ini merkea sedang makan di MCD Sudirman yang tergolong dekat dari sekolah Agni.
Agni mengangguk menangapi pertanyaan Elang. “Mas sendiri gimana? Om sehatkan?” tanya Agni disertai senyumannya.
Elang jadi kangen Agni, senyumnya itu loh benar – benar manis. Pantas saja Cakka ngotot banget pengen Agni buat dia. Dan bodohnya Cakka membiarkan perasaan gadis itu dulu terbuang tak bersisa.
“Aku baik kok. Ayah juga sehat. Kangen juga sama kamu loh. Udah lama banget kamu ga kerumah.” Jawab Elang.
Agni nyengir sendiri kalau inget Om Mahendra. Om Mahendar itu sayang juga sama Agni, sampai – sampai Agni minta apa aja di turutin dulu.
“Oh iya, katanya Mas Elang mau bicara? Bicara apa?” tanya Agni.
“Emm... ini tentang....”
“Cakka?”
Elang mengagguk kaku. Menatap Agni bersalah. Gadis itu tiba – tiba saja berubah raut wajahnya. Elang jadi ga enak hati sendiri.
“Aku udah lama ga ketemu Cakka Mas, efeknya ternyata besar banget buat aku. Kemaren aku ketemu dia di sagan, yang ada aku cuma nangis dan berlari ngejauh dari dia.” Cerita Agni lirih.
Yap! Pantas saja kemaren Cakka kesal sekali pulang dari makan malam. Ternyata Cakka baru saja mengalami kejadian yang cukup menguncangkan jiwanya. Melemparkan beribu belati dalam jantungnya.
“Aku kangen Cakka Mas. Tapi aku ga bisa. Cakka ninggalin aku gitu aja tanpa pesan. Berarti dia ga ada hak kembali baut aku dengan semena – mena. Aku ga bisa dimainin Mas, perasaanku bukan sekedar permainan. Aku sayang Cakka tapi kita beda visi. Kita Cuma ga sengaja di pertemukan.” Agni menghela nafas panjang. Elang tercekat mendengarkan cerita Agni.
“Aku terlalu takut kembali ke masa lalu dan aku takut Cakka nyakitin aku. ....Lagi.” ucap Agni terisak lirih. “Cakka ga ada hak kembali sama aku Mas. Dia bukan siapa – siapa aku semenjak 3 tahun yang lalu. Semua itu storynya akan tetap seperti itu.” Kata Agni.
“Cakka kangen lo Ag. Dia pengen ngejelasin semuanya.” Tutur Elang sambil menatap Agni memohon.
“Semua ga ada yang bisa di jelasin Mas.”
“Ayolah Ag, apa lo ga ingin ngebuat dia sedikit tersenyum lega kalau lo bisa maafin dia?” tanya Elang
“Bilang sama Cakka, aku udah maafin dia kok Mas. Dan dia ga perlu susah - susah minta maaf.” Ucap Agni.
“Sekali aja, lo ketemu dia. Lo omongin baik – baik. Mau ya?” Elang memohon sangat pada Agni. Elang tak tega. Kedua adiknya ini sama – sama menyiksa hati yang jelas.
Agni menimbang – nimbang permintaan Elang. Memandang Elang dengan perasaan untuk meyakinkan dirinya sendiri. Apakah perlu bertemu Cakka? Agni sekali lagi menatap Elang.
Detik berikutnya gadis itu mengangguk lemah. “Iya, tapi bukan dalam waktu dekat ini ya Mas.” Katanya. Elang mengguk senang. Setidaknya gadis manis ini mau bertemu Cakka dan membicarakan masalahnya baik – baik tentunya.
Seorang pemuda membulatkan matanya lebar – lebar saat melihat seorang gadis yang sangat dia kenali dan tersimpan rapat dalam memory otaknya. Seketika pemuda itu berlari menghampiri gadis itu.
“AGNI!!” ucapnya lantas mencekal erat pergelangan gadis itu. Gadis itu meringis dengan cengkraman erat itu.
Seketika mata bening itu membulat sempurna mengetahui siapa yang berada di hadapannya saat ini. Pemuda dengan sergam putih abu abu di keluarkan, rambut berantakkan, ransel berwarna abu – abu di pingungnya. Dan menaatap Agni penuh kerinduan yang mendalam.
Agni seketika memberontak mengetahui siapa pemuda itu. Pemuda yang sudah sejak lama tersimpan dalam dasar hatinya dan ia bersumpah tak akan membuatnya kembali kepermukaan tapi dugaan Agni meleset. Pemuda itu nyatanya tetap akan mengiringi hari – harinya.
“Agni, please jangan lari lagi. Gue mohon Ag.” Perasaan Agni medadak kacau mendengar penuturan halus pemuda itu. Belum pernah Agni mendengar rintihan sedramatis itu dari pemuda ini.
Agni menatapnya lirih. Lantas gadis manis itu mengeleng tak mengerti. “Kenapa lo balik Kka? KENAPA LO BALIK BUAT CARI GUE?” tiba – tiba emosi gadis itu mengelnjak memaksa untuk keluar.
Pemuda itu ya Cakka. Cakka megeleng kuat ketika mendengar teriakkan gadisnya mungkin. Tak menyangka reaksi gadis ini akan seperti ini terhadapnya. Reaksi yang benar – benar tidak pernah di harapkan oleh Cakka. Ini diluar nalar Cakka. Sungguh.
“JAWAB KKA! BUKANNYA LO BAHAGIA? Bukan lo udah bahagiakan? Kenapa lo cari gue?” ucapan Agni semakin melirih. Dan dalam indra pendengaran Cakka itu seperti belati yang sedang menyayat hatinya.
--
“Gue bakal bahagia sama Shilla Ag.” Ucap Cakka dengan mengerakkan tanggannya di puncak kepala gadis berseragam SMP itu.
“Apa lo ga mau nerusin sampai lulus disini dulu Kka?” tanyanya
“Engak Ag, gue bakalan selalu tersenyum bahagia kalau Shilla di samping gue.” Kata Cakka yakin sambil menatap senja di sore itu. Agni meringis mendengar penuturan Cakka. ‘apa lo ga pernah bahagia sama gue Kka?’ batinnya menangis
“Oh ya Ag. Demi apapun juga gue sayang banget sama Shilla. Ga pedulilah orang bilang apa tentang dia.” Ujarnya.
“Iya. Gue tahu kok Kka. Lo sayang dia.” Kata Agni lirih.
--
“Kka, apa lo udah ga peduli sama kita? Gue dan Ray? Sebentar lagi kita pensi. Lo sok sibuk sama urusan lo yang ga penting itu.” Kata Agni keras.
“Eh Agni. ini penting banget buat gue tahu. Shilla mau ke Jogja minta di anterin jalan – jalan. Dan gue ga bisa kalau Cuma ngurusin pensi konyol gini.” Kata Cakka menendang meja.
“Okay, terserah lo Kka. Gue tahu lo buta cinta. BUTA KALAU ADA HAL YANG LEBIH PENTING DARI ITU. PENSI KKA TINGKAT PROVINSI. ITU PENSI KONYL IYA KKA? JAWAB LO!!” teriak Agni keras di telinga Cakka.
“Suka – suka lo lah Kka.” Ucap Agni lantas pergi dari hadapan Cakka.
“Jangan nyesel sama perlakuan lo Kka. Jangan salahin gue kalau tu cewek nantinya benci lo. Cepat atau lambat itu bakalan jadi hantaman buat lo.” Kata Ray sebelum pergi meninggalkan Cakka sendiri.
DEG!! Ucapan Ray seperti sebuah ramalan atau lebih tepatnya sumpah yang baru saja Ray buat untuk Cakka.
--
“Mas Elang, Cakkanya ada?”
“loh, kamu ga di kasih tahu Cakka Ag?”
“Di kasih tahu apa Mas?”
“Hari inikan Cakka berangkat ke Jakarta. Katanya udah kangen banget sama Shilla.” Ucap Elang. DEG! Elang menyadari perubahan raut wajah gadis itu.
“Aku tahu Ag, kamu sayang sama Cakka. Tapi mungkin memang Cakka ingin mengejar kebahagiaannya.”
Agni mengguk lirih. “Iya aku tahu kok Mas.”
“Ag..........” Agni mengeadah menatap Elang yang memang jauh lebih tinggi dari dia.
“Mas, sayang sama kamu. Kamu udah kayak adik kandung Mas sendiri. Jangan jauh – jauh dari Mas Elang ya. Walau udah ga ada Cakka disini.” Kata Elang. Agni mengangguk lantas tersenyum.
----------
“lo ga ada hak balik ke gue atau buat gue. Bukannya lo udah pasti bahagia Kka?” Kata Agni.
“Ag..... gue.....
“Itukan yang selalu lo bilang sama gue? ‘Gue bakalan bahagia kalau sama Shilla?’ itukan Kka yang lo mau? Lo udah dapetin itu kan? Lalu sekarang lo mau apa kesini? HAH?!” Emosi Agni yang sudah ia redam selama tiga tahun tiba – tiba meluap. Mulai dari jaman SMP yang dia cukup sabar mengahdapi Cakka hingga ribuan utara manis yang Cakka utarakan tentang Shilla dan itu sungguh membuat hati Agni tersayat.
“Maaf.” Satu kata keluar dari mulut Cakka.
Agni menganga, semudah itukah pemuda ini? Semudah inikah setelah sekian lama dia menyakiti Agni. Memanglah Agni sudah ikhlas memberi maaf Cakka tapi. Rasanya setelah melihatnya seluruh saraf – saraf otaknya tidak mau memaafkan.
“Apa yang lo mau dari gue Kka?” tanya Agni lirih.
“Ijinin gue buat nebus kesalahan gue.” Jawab Cakka yakin. Cakka gerakkan tanggannya untuk menjangkau pergelangan gadis itu yang entah sejak kapan cengkraman tadi ia lepaskan justru gadis manis ini sekarang tengah mendekap buku pelajaran di tangannya erat. Cakka jangkau tanggan itu.
“Gue mohon Agni.” Katanya lirih.
“Gue ....gue ga tahu Kka. Biyar Mas Elang yang ngurus. Kita bakal ketemu lagi tapi gue ga mau berdua sama lo. Gue mau ada Mas Elang juga.” Ucap Agni lantas memalingkan wajahnya dari tatapan mata Cakka yang sungguh menghipnotisnya.
“Kapan?” tanya cakka.
“Nanti gue yang ngomong sama Mas Elang.” Kata Agni lantas melepaskan gengaman Cakka dan membalikkan badannya lantas sekuat tenaga berlari menjauh dari Cakka.
Cakka menatap lirih pungung Agni yang kian menjauh. Dirinya merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Benar kata Agni. Cakka di butakan oleh cinta. Di butakan dengan hal – hal yang dahulu melambai memberi kebahagiaan tapi kebahagiaan yan sesaat.
-------
“MAS ELANG” teriak Cakka ketika memasuki rumahnya. Emosinya benar – benar memuncak terhadap sang Kakak. Dia banting pintu kamar Elang dengan nafsu.
“Apa sih lo Kka?” tanya Elang yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Bilang sama gue. Lo udah tahukan kalau Agni di Jogja? Lo udah ketemu diakan? Kenapa lo ga cerita sama gue?” ujar Cakka tajam. Dan menyeret krah baju Elang yang saat itu memakai hem kotak – kotak biru.
“Terserah gue ini, gue ga ada hak lapor sama lo kalau gue udah ketemu Agnikan? Lo aja ga perlu lapor ke gue kalau lo ketemu Shilla. Setidaknya gue ga pernah bohong sama Ayah! Ngerti lo.” Ucap Elang tak kalah tajam.
Cakka menengguk ludahnya sukar. Dari mana Elang tahu kalau dulu dia sering bohong pada sang Ayah kalau dia ke Jakarta atau Shilla sedang di Jogja untuk bertemu gadis itu.
“Kka! Gue tahu siapa lo. Gue kenal lo dari lo masih di kandungan bunda. Lo itu adik kandung gue. Gue tahu lo gimaana dan lo itu bagaimana.” Kata Elang sinis.
“Gue juga tahu, kalau Ayah ga pernah setuju soal Shilla. Dan gue tahu kalau bunda pengen lo sama Shilla supaya lo pindah ke Jakarta. Tapi sujujurnya pilihan Ayah buat lo ga pernah salah. Lo aja yang terlalu keras kepala.” Lanjutnya.
“Kka! Jangan salahin orang – orang atas kesalahan yang lo buat. Begitu pula gue ataupun Ray. Lo inget ucapan Ray atau lebih tepatnya sumpahnya Ray? Itu sekarang benar – benar terjadi buat lo.” Ujar Elang sambil mengamati bingkai foto dirinya, Agni dan Ray yang tengah memenangkan lomba band 3th lalu setelah Cakka pergi mereka bertiga mengikuti lomba band dan well, mereka jadi juara.
“Setelah lo pergi saat itu, Agni bener – bener sembunyi di depan orang aja dia keliatan bahagia tapi dalamnya? Dia selalu nangis Cuma buat cowok kayak lo, yang menurut gue. Lo itu ga pantes ditangisin sama Agni. Cowok nyaris bastard!” cerita Elang.
“Sebulan setelah itu, Agni di pindahkan ke Purworejo sama budhenya gara – gara nilai dia turun drastis. Dan itu udah jelas Cuma gara – gara nangisin lo. Bagus lah, selama setahun gue masih contac - contacan sama Agni. Kalau Agni ke Jogja pasti gue ketemu sama dia, but setelah 2 tahun hal sama tetep berjalan dan mengalir. Setelah tahun ke 3 Agni ganti nomer Hp dan sama sekali ga ngehubungin gue. Dan itu berjalan setahun belakangan ini.” Lanjut Elang menerawang.
“Baru – baru ini aja gue ketemu dia lagi.” Ucap Elang sebagai penutup.
Nafas Cakka sudah naik turun. Bahkan mata bening itu sudah memerah, dan air mata itu siap meluncur. Segitu menyakitkannya dia terhadap gadis manis itu? Cakka mengeram kesal pada dirinya sendiri.
“Perjuangin Cinta lo Kka.” Kata Elang menepuk pundak adik semata wayangnya itu. Lantas berjalan keluar kamarnya.
“Mas Elang.” Panggil Cakka. “Thanks wajengannya.” Kata Cakka lantas tersenyum pada sang kakak. Tak menyangka tiba – tiba emosinya oada kakaknya itu lenyap sudah.
--------
Kedua pemuda itu berdiri tegak memandang seorang gadis yang tengah memandang lurus seja sore itu. Di lembah UGM. Tempat yang syarat akan sebuah kenangan manis dan pahit tentunya.
“Samperin gih.” Kata Elang menyenggol lengan Cakka di sampingnya.
“Tapi dia mintanya ketemu lo jugakan Mas?” ujar Cakka.
“Iya, tapi nanti gue susul. Lo berdua perlu bicara dengan kepala dingin. Ga kayak pemaksaan lo kemaren – kemaren.” Ucap Elang.
“Tapiiii Masss......” desis Cakka.
“Udah sono samperin, atau engak selamanya?” tanya Elang. Cakka mengeleng mendengar pertanyaan kakaknya itu. Lebih baik Cakka mati kalau tidak bertemu Agni selamanya. Itu sama saja menghancurkan bayangan indah yang telah ia susun.
Cakka menatap bungung gadis manis itu was – was. Antara kangen, merasa bersalah, dan amarah bercampur menjadi satu dalam gejolak dadanya. Kalau boleh jujur, Cakka tidak bisa menahan dirinya, ingin sekali ia peluk dan dekap tubuh mungil itu erat. Tapi kenyataan yang ada. Itu ga mungkin.
Di sentuhnya pungung gadis itu pelan, kemudian ia usap penuh rasa sayang. “Hayy, Ag.” Sapanya.
“Mas Elang mana?” tanya Agni langsung.
“Katanya Mas Elang nyusul Ag.” Jawab Cakka. Agni mengangguk mengerti. Cakka duduk di sampaing Agni, duduk di atas rerumputan memandang senja dengan perasaan bergejolak. Cukup lama keduanya terdiam, tak ada yang berani buka suara. Cakka merasa benar – benar seperti pengecut kalau dia diam begini.
“Agni, guee......”
“Apa ada lagi yang perlu lo bicarain?” tanya Agni cepat.
“Ag, dengerin gue. Demi apapun juga, gue nyesel ninggalin lo. Gue, minta maaf atas sikap egois gue selama ini. Ag, lo segalanya buat gue. Please, balik.” Terang Cakka.
“Kka, lo tahu? Kita itu Cuma sepasang anak yang di temukan dalam dimensi waktu yang salah. Dan seharusnya tidak merangkai kisah, tapi takdir bicara berbeda. Dan kita terperangkap dalam satu fenomena menyakitkan.” Ucap Agni.
“Kita seharusnya tidak di pertemukan kembali. Dan mungkin lebih baik kita ga saling kenal.” Terang Agni.
“Diskripsi lo salah. Kita itu di pertemukan oleh takdir, dan takdir itu yang menentukan jalan hidup kita. Dan takdir tidak akan pernah salah.” Bantah Cakka.
“Tapi kenapa takdir selalu nyakitin gue? Kenapa takdir ngebuat orang yang gue sayang menghilang tanpa kabar dari samping gue......................”
“Dan tentunya ngelenyapin orang yang gue sayang dari hati gue Kka.” Ucap Agni lirih. Tak terasa bulir – bulir air mata itu telah mengalir dengan sendirinya.
Cakka tertegun menyaksikan gadis di sampingnya itu menangis. Terakhir kali Cakka melihat Agni menangis adalah saat Agni kelas 4 SD ditinggal Mbak Dita dirumah sendiri. Alhasil gadis itu berlari kerumah Cakka dan meminta di temani. Saat itu Agni benar – benar menangis karena di tinggal pergi
“Ag, sekranga gue mohon percaya sama gue. Gue ga akan ngulangin kesalahan gue lagi. Gue berani sumpah demi apapun Ag. Gue akan pergi dari hidup lo seandainya gue nyakitin lo lagi.” Kata Cakka serius.
Agni tampak menghela nafas berat. Bimbang pada dirinya sendiri. Ia begitu takut jika menerima Cakka kembali dalam hidupnya sama saja mengulangi masa menyakitkan. Agni tidak mau hal itu berulang kembali.
Cakka menatap Agni penuh harap. Berharap gadis manis ini mau menerima dirinya kembali. Paling tidak memberikan cela bagainya untuk memperbaiki diri.
Dihelanya nafas Agni semakin berat. Kemudain gadis itu mengangguk. Cakka tampak membulatkan matanya lebar – lebar dan tersenyum. Dengan cepat dia tarik Agni yang duduk di sampingnya kedalam pelukannya. Agni yang sama sekali tidak siap malah terjatuh dia terhempas pada dada bidang Cakka.
“Thanks.” Bisik Cakka lembut di telinga Agni.
Cekrik. Kilat flas dari kamera SLR milik Elang memotret ending cerita Cakka dan Agni.
“Ciyeee baikkan. Gue dapet traktiran dong, kan gue yang udah bikin lo berdua baikkan.” Kata Elang sambil menatap kedaunya dengan geli.
Agni yang di tatap Elang dengan tatapan jahil langsung beranjak membenarkan posisinya dari dada bidang Cakka. Sedangkan Cakka memandang Elang dengan pandangan –ganggu aja dah lo-
“Gue dapat tarktiran kan?” kata Elang lagi.
“Traktiran oposeeeh? Wong aku usaha dewe loh. Koe malah minggat kok.” Ujar Cakka mlengos.
“Eh, bocah. Sebelum koe ketemu Agni iki. Aku wis curhat – curhattan tentang koe dap.” Kata Elang sambil menoyor kepala Cakka. Kemudain mendudukkan dirinya di samping kiri Agni sementara Cakka di samping kanan Agni.
“Beneran Ag?” tanya Cakka.
Agni menagangguk menanggapi pertanyaan itu. “Justru Mas Elang yang ngeyakinin gue, kalau gue jangan takut kembali di samping lo. Kata – kata lo mah ga mempan di gue Kka.” Cibir Agni.
“Wuww.” Ucap Cakka sambil menoyor kepala Elang.
“OPOESEEEE?!” teriak Elang gajelas.
Ketiganya tertawa di bawah langit senja. Semua endingnya berakhir gembira tidak ada air mata yang akan mengalir lagi. Selama kita yakin akan bahagia, kenapa tidak?
Percayalah, orang yang pernah menyakitimu tentu akan kemabli padamu dan minta maaf padamu tanpa kau minta. Setidaknya itu yang di alami Agni. Keyakinan dalam dirinya untuk memperbaiki semuanya dan kembali dari awal. Dan yang lebih terpenting adalah keinginan terbesar Cakka untuk memperbaiki diri.
Semoga kita senantiasa menjadi orang yang selalu memperbaiki diri dari dalam kondisi apapun.
END
Afi Ainin Afi Murtiningsih
@afi24afiafi
aininafi24.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar