Jumat, 15 Maret 2013

Exchanged (Prolog)


Siang hari ini matahari membagi sinarnya lebih banyak pada kota Jakarta. Membuat kota Jakarta Nampak seperti sebuah sauna bagi para manusia yang melakukan aktifitas mereka diluar gedung-gedung dan rumah-rumah ber-AC. Tampak sepanjang jalan, wajah-wajah manusia yang kusut dan lemas sambil sesekali menyeka bulir-bulir keringat didahi mereka.
Hari ini memang bulan Juni dimana biasanya Indonesia sedang mengalami musim kemarau yang sesungguhnya. Ah, musim kemarau. Memikirkannya saja Ify langsung tak bersemangat. Sejak dulu ia memang tak suka musim kemarau. Tak suka udara panas.
Dengan malas-malasan, ia berjalan keluar dari busway dan masuk ke halte. Hawa panas setelah ia keluar kendaraan ber-AC itu langsung menyambutnya. Belum sampai ia keluar dari halte, keringat sudah meleleh. Ingin rasanya, ia bisa menghilang dari sana dan langsung muncul di depan rumahnya. Kemudian ia bisa langsung berteduh di ruangan ber-AC sambil menikmati jus dingin atau mungkin ice cream. Pasti nikmat
Setelah berjalan sebentar, perumahan tempatnya tinggal sudah dapat terlihat. Tinggal menyeberang lalu berjalan beberapa saat dan keinginannya untuk menikmati kenyamanan hari ini seperti tadi akan terwujudkan. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Merasa sudah aman, kakinya bergerak untuk melangkah. Langkah cepat dan tak sabaran sampai tiba-tiba sebuah porcshe hitam melaju cepat melewatinya sehingga Ify langsung terkejut dan reflek mundur hingga ia malah terjatuh ke aspal jalanan yang keras.
Plastik berisi buku-buku yang baru saja ia beli dari Gramamedia juga terhempas ke jalanan. Dengan kesal karena mobil itu seenaknya saja melaju kencang padahal ini bukan dijalan tol melainkan jalan ditengah kota, Ify menatap porche yang berhenti tak jauh dari tempatnya jatuh.
“Dasar Pengemudi Gila!” Teriaknya berharap sang pengemudi yang berada di dalam mobil sana bisa mendengarnya.
Tapi sayang bukan pengemudi itu yang keluar untuk bertanggung jawab, tapi seorang gadis cantik dan modis yang duduk disebelah kursi pengemudi itu. Terlihat gadis itu sedang berjalan menghampirinya yang mulai menjadi pusat perhatian oleh orang-orang yang berada disekitar tempat kejadian itu.
“Are you okay? Kamu baik-baik aja? Ada yang luka?” Tanya gadis itu saat tiba disisinya sedikit membungkuk menatap Ify khawatir. Ify hanya tersenyum tipis, bukan senyum yang ramah hanya Nampak seperti sekedar berbasa-basi. Lalu menggeleng.
Menyadari kalau ia terlalu lama terduduk diaspal itu, Ify pun berusaha bangkit dibantu dengan gadis itu.
“aww” erang Ify merasakan perih di siku kirinya ketika gadis itu memegang lengan Ify. Benar saja, sikunya terlihat baret-baret karena tadi sempat terseret di aspal. Ia tak terlalu mempedulikannya berjalan agak tertatih mengambil bungkusan plastic yang tadi terhempas.
Gadis itu masih menatap Ify dengan perasaan tak enak. “Maafkan kami. Sikumu jadi luka” lirih gadis itu.
Ify tetap cuek. Sibuk menepuk-nepuk rok putihnya kembang-kembangnya yang kotor. “Ini bukan salah kamu kok. Tapi salah pengemudi tak berotak yang masih didalam mobil itu. harusnya dia yang minta maaf”
“Ma..”
“Gue bukan pengemudi tak berotak kok” Jawab seseorang yang tiba-tiba entah darimana muncul disana. Memotong ucapan gadis itu.
Membuat spontan saja, Ify dan gadis cantik itu menoleh. Mendapati seorang laki-laki tampan yang memakain polo shirt hitam putih dan celana jeans. Memakai kacamata hitam. Ia Nampak sangat keren. Wajarlah, mana mungkin orang yang keluar dari mobil mahal itu adalah orang yang malah memakai kaus belel dan celana belel. Kan tak mungkin saja.
Ify menatapnya sinis. “Kalau lo punya otak harusnya mengemudinya kira-kira dong. Ini kan tengah kota jalan umum lagi, bukan tol. Gue yang nggak bisa nyetir aja tahu kalau mengemudi di jalan ini nggak boleh lebih dari kecepatan 60 km/jam”
Laki-laki itu balas menatap Ify. Tatapannya tenang tapi auranya sangat kuat. Angkuh. “Anak TK pun tahu kalau menyeberang di jalan harus dari zebra cross atau jembatan penyeberangan. Dan lo salah karena nggak menyeberang dikedua tempat itu”
Sempat Ify kheki mendengar jawaban laki-laki itu. Memang benar sih, dan memang kebanyakan orang Indonesia menyeberang disembarang tempat. Tapi kan tetap saja. “Lo juga salah. Lihat, baju gue jadi kotor dan ini” Ify menunjukkan sikunya sikap tak mau kalahnya kambuh. “Gara-gara lo, lecetkan” Cerca Ify tak mau kalah. Sifat yang sering kambuh pada dirinya kalau sedang kesal.
“Terus lo mau apa?” Tanya laki-laki itu arrogant. Tanpa menunggu jawaban dari Ify, laki-laki itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet kulit yang Ify tahu, dompet bermerek dari Prancis. Ia pernah melihatnya di majalah milik Kakaknya. Dikeluarkannya selembar uang berwarna merah seratus ribuan dan mengulurkan pada Ify. “Cukupkan buat beli plester sama laundry baju lo itu”
‘Jelaslah lebih dari cukup. Masa’ seratus ribu Cuma buat plester sama laundry aja nggak cukup. Bener-bener orang kayak belagu’ batin Ify menatap uang itu. tapi sama sekali tak berniat mengambil uang yang disodorkan itu. “Gue nggak butuh uang. Gue Cuma butuh minta maaf dari lo” jawab Ify tegas.
Laki-laki itu melengos. “Nggak usah munafik deh. Semua orang juga seneng dikasih uang! Nggak usah jual mahal harga diri lo deh. Ini” Sodor laki-laki itu tapi tetap Ify kekeuh pada tekadnya. Ia menggeleng. Diluar dugaan laki-laki itu, sekali lagi dengan angkuhnya melempar uang itu kewajah Ify. “Terserah kalau sok jual mahal. Tuh ambil. Yang penting gue udah ganti rugi” laki-laki itu beralih ke gadis yang sejak tadi diam di antara mereka. Ketakutan melihat perdebatan antara laki-laki itu dengan Ify. “Ayo, kita pergi”
Tangan gadis itu ditarik menuju ke mobil. Sebelum sempat pergi gadis itu menatap Ify yang diam saja merasa harga dirinya terinjak-injak dan sudah tampak bisa meledak setiap saat dengan tatapan bersalah. Ia berjalan melewati Ify namun sempat berbisik ditelinga Ify.
“Maafin Kak Rio ya. Dia nggak bermaksud mempermalukan kamu”
Ify hanya mendengus sebal menatap mobil itu kemudian melaju meninggalkan tempat itu. Setelah mobil itu menghilang, pandangan Ify jatuh pada sepatu sandal yang sedang dipakainya. Yang dimana tergeletak didekatnya uang seratus ribu tadi. Masih sebal, ia menghentakkan kakinya meninggalkan tempat itu, tanpa sedikitpun menggubris uang itu.
‘dasar orang kaya belagu!’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar