_Ify P.O.V_
hallo. . Kenalin, gue Ify. Nama lengkap gue Alyssa Saufika Umari.
Kata seseorang sih nama gue bagus. Hehehe. . dia itu seseorang yang
istimewa buat gue. Istimewaaaa banget. . dia pacar gue, Rio. Nama
lengkapnya Mario Stevano Aditya Haling. Gue sama Rio satu kelas. Rio
emang bukan pacar pertama gue, tapi gue terus berharap kalo dia adalah
pacar terakhir gue. Dan gue rasa Rio pun berpikir kaya gitu. Semoga.
_Rio P.O.V_
Hei. . kenalin, gue Rio. Nama lengkap gue Mario Stevano Aditya
Haling. Hobby gue main basket, baca komik, n surfing di internet.
Makanya, lo ga bakalan salah kalo nebak sekarang ada kacamata minus
bertengger di idung gue. gue punya pacar. Dia cantiikkk banget. Namanya
Ify. Dia peri kecil gue. penyemangat idup gue. hehehe. Gue punya satu
rahasia yang cuman Tuhan, gue, en Alvin, sohib gue yang tau. Orang tua
gue, temen-temen gue, bahkan Ify juga ngga tau. Bukannya gue ngga mau
kasih tau, tapi gue ngga BISA kasih tau mereka.
_Author P.O.V_
Di kamar Ify
,“hoaaammm. . . pagi duniaa!!!” Ify terjaga dari tidurnya.
Dilangkahkan kakinya ke arah jendela dan mengibaskan tirai bergambar
bintang miliknya sehingga seberkas cahaya matahari memasuki kamarnya.
“makasih Tuhan, untuk pagi yang cerah ini. . makasih untuk nafas
yang masih Kau berikan,” Ify berbisik, rutinitas yang selalu ia lakukan
setiap pagi.
“mandi aahh. . “ Ify kemudian mandi, dan bersiap ke sekolahnya.
Setelah selesai, ia turun ke ruang makan dan menyapa orangtua serta kakaknya tercinta, Iel.
*Ify: eh, penulis! Jangan pake kakak tercinta dong. . kakak terjelek kek, apa kek. . ogah gue panggil dia kakak tercinta!
*Iel: eh, Py!! Enak aje lo. Gue kan ganteng. Masa lo panggil kakak terjelek? Ah tega lu.iya ngga penulis?
*Ify: bodo *wee*
*Iel: *wee*
*penulis: diem ngga bergerak.
*Ify+Iel: #timpukinpakebatu
*penulis: kabuuurrr!!!
#backtostory
“Fy, Rio udah jemput tuh. . kamu sama Rio kan?” tanya mama. “iya ma. Aku sama Rio sekolahnya.”
”yah kalo gitu kamu cepetan dikit dong. Kasian Rio nunggu lama,” kata mama lagi.
”iya mama. . Ini juga baru selesai. Aku pergi yah ma. Kasian Rio udah nunggu lama,” kata Ify.
“ckckckck. . Enaknya yang udah punya pacar. Gue mau dong.” Kata Iel.
“makanya cari pacar. Haha. . dede. . aku pergi dulu ya semua. Byee” kata Ify berpamitan.
-di luar-
“Hey Yo. . Maaf ya telat. Lama ya?” tanya Ify. “Ah engga kok, baru 34 menit,” kata Rio, ‘agak’ sinis.
“Yaahh. . Maaf deh.” Kata Ify dengan wajah memelas. Melihat Ify
menatapnya dengan jurus ‘mata berkaca-kaca’#plaaakk pertahanan Rio pun
rubuh. Ia tidak bisa marah pada Ify.
“Ya deh, peri cantik. .Yuk. . Nanti kalo kita terlambat ke sekolah,
kita jadi menu utama serapannya pak Duta, lagi.” Kata Rio sambil
nyengir.
“Iya, yuk” kata Ify naik ke motor Rio. sepanjang perjalanan, Ify dan
Rio hanya terdiam. Ify bingung dengan sikap Rio yang tidak biasa. Rio
yang periang, Rio yang cerewet, dan Rio yang usil. Tapi sekarang, Rio
seperti orang lain untuknya.
Sesampainya di sekolah,
“Fy, aku ke kelas duluan ya.” Kata Rio
“Iya, nanti pas jam istirahat ke kelas aku ya. We need to talk.” Kata Ify.
“Sip” kata Rio mengacungkan jempolnya dan berlalu ke kelas.
‘Ify mau bicara pa ya? Kok kayaknya mukanya serius amat? Apa nanti
yang mau dia bicarain ama gue seserius mukanya? Seremmm’ batin Rio.
Pelajaran pertama dilewati Ify dan Rio tanpa konsentrasi. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya,
teng teng tenglonceng berbunyi#iyalah, masa ambulance lewat bunyinya teng teng teng? -_-”
Rio segera bergegas ke kelas Ify, namun ia tidak menemukan Ify di
manapun. Tiba-tiba Rio teringat tempat favourite Ify, taman sekolah.
Akhirnya Rio segera berlari ke taman sekolah, dan disana. . di bawah
pohon yang ia tidak tau namanya -_- tampak sosok peri kecilnya sedang
duduk sambil memejamkan mata.
”Ify,” kata Rio.
Rio kaget melihat tetesan-tetesan bening yang terjatuh dari mata Ify.
”peri kecil, kamu kenapa nangis?” tanya Rio panik. Ify yang
merasakan kelembutan tangan Rio di pipinya segera membuka mata dan
mendongak.
”Rio, kamu datang juga,” bisik Ify, lalu berdiri dan menjatuhkan dirinya dalam pelukan Rio.
”Iya, aku datang. Kamu kenapa nangis? Ada yang jahatin kamu? Siapa
Fy? Siapa? Biar ku bikin dia tau gimana rasanya pukulanku,” kata Rio
mengepalkan tangannya.
”Rio. . ” Ify melepas pelukannya.
”Ya Fy? Bilang sama aku, kamu kenapa?” tanya Rio, sekali lagi.
”Kamu mau tau, siapa yang bikin aku kaya gini?” tanya Ify
”iya, siapa? Bilang sama aku Fy!” kata Rio.
Ify menunjuk Rio dan berkata, ”kamu”.
Rio yang kaget mendengarnya langsung bertanya, ”aku kenapa Fy? Aku
yang udah bikin kamu sedih? Aku salah apa? Biar aku perbaiki.”
”Kamu belakangan ini berubah, Yo. Kamu bukan Rio yang aku kenal
dulu. Kamu yang sekarang bukan Rio yang usil, yang selalu senyum, yang
selalu bisa bikin aku ketawa,” kata Ify panjang lebar.
Rio menundukkan wajahnya, berusaha menahan setiap gejolak perasaan
yang sedang ia rasakan sekarang. Marah. Kesal. Jengkel. Tapi bukan pada
Ify. Pada dirinya sendiri.
”Rio, tatap aku,” kata Ify. Rio tak kunjung mendongakkan wajahnya. Ia masih menetralisir emosinya.
”RIO!!” kata Ify dengan nada yang lebih keras, yang sukses membuat Rio terkejut.
”Ya Fy?” tanya Rio.
”Kamu jawab yang jujur.” kata Ify.
”Iya”
”kamu masih sayang sama aku?” tanya Ify
”Kok kamu nanya gitu?” kata Rio
”Rio. . Aku nanya kayak gitu supaya aku ngga usah ngerasa sakit hati kayak sekarang lagi. Ini semua demi aku juga.”
” demi kamu apanya?”
”Demi aku, biar kalo kamu jawab ’engga’ aku ngga perlu berharap
banyak lagi sama kamu.Demi aku supaya ngga sakit hati tiap kali kamu
cuekin.Demi aku supaya ngga nangis tiap kamu ngga ada kabar,” kata Ify.
Rio yang mendengar itu semua hanya terdiam. Ia tak sanggup melihat Ify, gadis yang ia sayangi namun juga telah ia sakiti.
”Yo jawab aku,” kata Ify
”Ify, sampe kapanpun Cuma kamu yang aku sayang. Selamanya. Ngga ada
yang lain. Ini jujur Fy, dari hati aku. Waktu kamu bilang kaya tadi,
hati aku sakit ngebayangin gimana hidup kalo kamu ngga ada di samping
aku. Mulai sekarang jangan tanya yang aneh-aneh lagi, ya.” kata Rio.
”Asal kamu jangan kayak gini dong. Jangan diam terus. Jangan bikin aku khawatir.” kata Ify dengan tetesan airmatanya.
”Khawatir kenapa?”
”Khawatir kamu ngga sayang lagi sama aku. Aku takut Yo. Aku takut
kalo nanti aku ngga bisa sama-sama kamu lagi. Yo, janji ngga bakal
ninggalin aku ya,” kata Ify.
Rio tersenyum. ’semoga, peri kecil,’ batinnya.
_sepulang sekolah_
Terlihat di gerbang sekolah telah ‘bertengger’ Rio di atas motornya. Tapi, tiba-tiba muncul Alvin.
“weettss. . bro gue. . Lo lagi nunggu peri kecil lo, ya? Ha? Ha?” tanya Alvin sambil menaik-naikkan alisnya.
”Hahah. . Kaya lo ga tau aja,” kata Rio.
”Yahh, gue paham. Apa kata dokter tentang penyakit lo? Belakangan lo
udah jarang kambuh kan?” tanya Alvin menyinggung rahasia yang Rio
’sembunyikan’.
”Ga inget gue,” kata Rio. ”Yah. . masih muda kok udah pikun. Ortu
gue aja udeh tua tapi ingatannya masih ingatan anak muda. Nah elo? Muke
aje yang baby face. Ingatan mah ga diragukan lagi. . . ” kata Alvin
nggantung.
Rio menaikkan alisnya.
”kepikunannya. . hahaha” kata Alvin melanjutkan kata-katanya.
”Yee. . kampret lo. Eh, itu Ify datang. Lo pergi sana! Hush! Hush!” kata Rio mengusir ’halus’ Alvin.
”Yee. . Pacar datang sohib lo tinggalin. Apaan tuh,” Alvin mendengus kesal.
”Serah lo dah. Tapi jangan kasih tau siapa-siapa tentang yang kita omongin tadi ya!” kata Rio mengingatkan Alvin.
Langkah Alvin terhenti.”Yang mana? Tentang kepikunan lo?” tanya Alvin pura-pura bego.
“Ck. . minta ditabok nih orang,” kata Rio.
”Hehehe piss broo!! Iya, nangte saja. Rahasia lo aman kok di gue,” kata Alvin, lalu ia berlalu dari tempat itu.
”ioo!!” kata Ify begitu ia sampai di depan Rio.
“Iyaa??” tanya Rio tersenyum. “Engga, manggil doang kok. Hahaha. . “ Ify tertawa.
“Yee. . dasar.” Kata Rio mengacak rambut Ify. ”
Ish. . jangan diacak dong!! Nanti aku ngga cantik lagi,” kata Ify
sambil memperbaiki rambutnya yang ’hancur’ karena ’diterjang’ Rio -_-
”Yee. . Narsisnya opeldodis. Emang sekarang kamu cantik? Cantikan aku lagi,” kata Rio. Ify menatap Rio dengan tatapan ngeri.
”Ih, apaan sih Fy? Kamu kok ngeliatin aku sampe segitunya? Tersepona ya?” tanya Rio.
”engga. Aku lagi berpikir ulang. Aku pacaran sama orang yang salah deh kayaknya,” kata Ify.
”hah? Kenapa?” tanya Rio kaget. ”kan biasanya orang pacaran itu yang
satu cantik, yang satu ganteng. Kok ini dua-duanya cantik?” tanya Ify
¬_¬
”jiah, Ify. . kan Cuma bercanda. .” kata Rio. ”aku juga kan Cuma
bercanda. Hahaha” kata Ify. ”nyeh-_- udah ah. Pulang yuk,” kata Rio.
”maree.” sambut Ify.
Sesampainya di rumah Ify, Rio langsung pamit pulang karena ia masih
punya urusan. Jadi, ia hanya men-drop Ify di rumahnya, trus langsung
cabut #kejembangetbahasasaya Rio tak langsung ke rumahnya. Ia ke rumah
sakit untuk menemui dokter langganannya.
_di rumah sakit_
”oh, begitu ya dok. . Baiklah. Makasih ya dok,” kata Rio sambil berpamitan.
”Iya. Kamu jaga kesehatan. Obat-obatan itu bukan untuk menyembuhkan
penyakit kamu, tapi untuk membantu kamu mengurangi rasa sakit kalau
sedang kambuh. Jadi, semua tergantung pada kamu.” kata dokter.
”iya dok. Permisi,” kata Rio.
Rio mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan yang tak biasa. Ia
sudah tak sanggup menghadapi kenyataan. Rasanya ia ingin menabrakkan
dirinya pada apa saja yang bisa membuatnya mati. Namun, mengingat peri
kecilnya, ia mengurungkan niat itu.
_Rumah Ify_
Everything was seem so rightIf you were here with me
Everything was seem right
I need you here with me
You’d brush away this loneliness from me
Till the end of time. .
Hp Ify berbunyi From: Prince Rio
Fy, besok kamu ada waktu ngga? Kita jalan yuk. Besok kan weekend.
To: Prince RioHayuk. . ke mana?
From: Prince RioR-A-H-A-S-I-A
To: Prince RioIh ngga seru ih
From: Prince Rio
Udah deh, tunggu besok aja. Sip?
To: Prince Rio
Iya deh.Aku mau tidur.Nite Io :*
_esok paginya_
“Hoaamm. . . pagi duniaa!!!”. Ify melangkahkan kakinya ke arah jendela dan mengibaskan tirai kesayangannya.
“makasih Tuhan, untuk pagi yang cerah ini. . makasih untuk nafas yang masih Kau berikan,” Ify berbisik.
Saat hendak melangkah mandi, Ify melihat sosok yang sangat ia
sayangi berdiri di bawah, di halaman rumahnya sedang bermain gitar
sambil bernyanyi menatapnya.
“I try to resist what my heart feels
But I’m falling into pieces
Drifting further away from you
Everything won’t seem right
If you were here with me
You’d brush away this loneliness from me
There will never be another by my side
Because all I am is just for you
And there can never be another by my side
I need you here with me
You’d brush away this loneliness from me
Till the end of time. .” Rio bernyanyi sambil terus menatap ke arah Ify.
Halus. Lembut. Begitu indah. “Just for my little angel,” kata Rio
mengakhiri lagunya. Ify sangat terharu mendapat kejutan special dari
Rio. Ia tak menyangka Rio bisa berbuat seperti ini.
Yap, Rio telah kembali. Rio yang selalu penuh kejutan, Rio yang
selalu membuatnya tersenyum. ”Fy, turun dong. Masa mau di atas mulu?
Ngga kangen ya sama aku?” tanya Rio. “hehe. . bentar ya Yo. Aku turun
dulu.” Kata Ify.
Sesampainya di bawah, ternyata Rio sudah dikerubungi oleh papa, mama, dan Iel. Mereka terlihat sangat akrab.
“Fy, kamu beruntung banget bisa dapat pacar kaya gini. Udah ganteng,
berani lagi. Selama ini papa pikir siapa sih Rio Rio yang selalu bikin
Ify tergila-gila? Ternyata anaknya ini toh.” Kata papa Ify.
”iya. Nak Rio suaranya bagus banget. Tante sampe terharu dengernya,” kata mama Ify.
”bener tuh. Yo, lo jaga adek gue baik-baik ya,” kata Iel. Ify hanya
tersenyum mendengar komentar-komentar keluarganya seputar Rio.
‘syukurlah kalo mereka semua senang sama Rio. Paling ngga gue udah dikasih restu. Hihihi. . ’ batin Ify.
”loh Ify, kok kamu malah ketawa-ketawa sendiri? Ngga mandi dulu?
Kasian Rio nanti nunggu lama.” kata mama Ify yang membuat Ify tersadar
dari lamunnnya.
”eh iya ma. Yo, tunggu sebentar ya.” Kata Ify. Ify kemudian bersiap-siap untuk hari spesial yang Rio rahasiakan darinya.
Setelah selesai, “Ma, aku udah selesai. Kita pergi dulu ya,” kata
Ify sambil pamit. “iya, oom. Tante. Kak Iel. Saya punjam Ify dulu ya.
Hehehe” kata Rio nyengir. “iya nak Rio. Asal jangan lupa dikembalikan
ya,” kata mama Ify. “heheh. . iya tante.” Kata Rio.
Rio rupanya telah mempersiapkan hari yang benar-benar istimewa buat
Ify. Pagi itu mereka menghabiskan waktu di sebuah bukit yang agak jauh.
Rio menurunkan Ify yang sedari tadi ditutup matanya dengan saputangan.
“Fy, aku hitung sampe tiga, kamu buka mata ya?” kata Rio. Ify hanya
tersenyum dan mengangguk. “satuu,. . dua. . tigaaa!!” kata Rio.
Ify membuka ikatan saputangannya dan terpesona melihat pemandangan
yang dipersembahkan Rio untuknya. ”Rio. . kamu kok bisa hadiahkan ini
untuk aku?” tanya Ify. ”bisa dong. . Rio gitu. . ehm. . Fy, tunggu ya.”
kata Rio mengambil sebuah boneka dari kantong plastik yang ada di
motornya. #bahasanyaribet
Boneka itu adalah boneka mickey mouse, kesukaan Ify. ”Rio. . makasih
ya” kata Ify memandang hadiah pemberian Rio itu. ”iya. Kalo aku ngga
ada, kamu anggap aja boneka itu aku. Aku selalu ada sama-sama kamu,”
kata Rio.
Ify spontan menoleh ke arah Rio, bingung dengan apa yang baru saja
ia dengar dari mulut orang yang amat ia sayangi itu. ”kamu? Maksudnya
apa? Kamu mau pergi?” tanya Ify. Rio hanya tersenyum menanggapi Ify.
Ify dan Rio menghabiskan pagi itu di bukit, bercanda gurau dan
saling berbicara dari hati ke hati. Ify tidak bisa mengerti kenapa Rio
berubah total hari itu.
”Fy, udah siang nih. Kita pergi yuk. Cari makan. Laper. Hehehe” kata
Rio ”ya udah yuk.” kata Ify lagi. ”Ettt. . . tutup matanya lagi dong
cantik,” kata Rio. Rio menjalankan motornya ke arah restoran yang berada
di kaki bukit itu.
”Nah. . kamu buka matanya!!” kata Rio. Lagi-lagi Ify terkejut dengan
kejutan manis yang telah Rio siapkan untuknya. Sebuah lampion berwarna
merah tergantung di atap restoran itu, dan bertuliskan ”RIFY”.
”Rio. . aku berasa putri hari ini.” Kata Ify. “Hari ini? Selama ini
kamu juga udah jadi putri. Di sini, di hati aku.” Kata Rio menunjuk
dadanya.
Rio menuntun Ify ke salah satu meja yang sudah ia siapkan. Di meja
tersebut, sudah tersedia berbagai hidangan berbentuk LOVE, dan
bertuliskan Rio ♥ Ify.
Ify dan Rio menghabiskan makanan mereka dalam atmosfer cinta, sesuatu yang bisa membuat seseorang rela mengorbankan apapun.
Puncak dari acara di restoran itu adalah saat Rio mengumumkan pada seluruh pengunjung restoran tentang hubungannya dengan Ify.
“ehm. . .maaf mengganggu makan siang saudara sekalian. Saya hanya
ngin memberi tahu pada setiap orang yang ada di sini, kalo di hati saya
hanya ada seseorang. Seseorang yang membuat hidup saya lebih bermakna.
Seseorang yang membuat saya tergila-gila padanya. Hanya dia. Ify.” Kata
Rio sambil mengecup lembut kening Ify.
Semua pengunjung restoran itu bertepuk tangan dan mengucapkan selamat pada pasangan RiFy.
“dasar, anak muda zaman sekarang,” kata pemilik restoran.
”tapi bapak suka kan?” tanya managernya.
”iya sih -_- hehehe” kata pemilik restoran.
Selepas makan siang, Rio membawa Ify ke taman sekolah. Saat itu
suasana sekolah sepi. Hanya ada anak-anak dari ekskul sepakbola yang
kebetulan sedang latihan. Rio membimbing Ify ke bangku taman.
Mereka mengenang masa-masa saat pertama kali mereka bertemu, pacaran, dan saling menyayangi. Semuanya itu terjadi di taman ini.
“Fy, aku janji, aku akan selalu mencintai kamu selamanya,” kata Rio. ”Iya. Aku juga Yo. RiFy selamanya” kata Ify.
’biarpun aku pergi?’ batin Rio.
”betewe, makasih banyak ya Yo. Aku seneng banget hari ini. Kamu udah bisa bikin aku senyum nonstop hari ini,” kata Ify.
”wah, ngga dower tuh bibir? Hahah” kata Rio. ”ih Rio!!” kata Ify mencubit perut Rio.
Kebersamaan RiFy hari itu harus berhenti karena bulan sudah
menampakkan dirinya. Rio pun mengantarkan Ify pulang. Dari rumah Ify,
Rio pun mengarahkan motornya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit. .
”tidak ada harapan lagi Rio, lihat kondisi badan kamu sekarang. Kamu
juga jarang istirahat kan? Mau tidak mau, kamu harus dirawat. Titik!”
kata dokter.
Rio yang sudah tak berdaya lagi pun hanya bisa mengangguk. Akhirnya, Rio dirawat di rumah sakit Bunda.
Malam itu Rio lewati dengan erangan kesakitan. Ia merasa perutnya
panas, seperti mau meledak. Ia tak kuasa menahan rasa sakit yang teramat
sangat itu. Sekarang harapannya untuk hidup sudah musnah. Darah
bercucuran dari mulut dan hidungnya, tangannya tak bisa ia angkat karena
sudah tak bertenaga lagi. Tapi saat ia mengingat Ify, peri kecilnya, ia
memaksakan diri memanggil suster.
”sus, min. . ta. .ker. . tas. . sama. .pe . . na. .sa. . tu. . ”
kata Rio tersengal-sengal. Suster yang kasihan melihat kondisi Rio
langsung bergegas mencari pena dan kertas untuk Rio.
Setelah mendapatkan pena dan kertas itu, Rio menulis sebuah surat
untuk Ify dengan sisa-sisa tenaganya. Akhirnya, ia melipat surat itu dan
menaruhnya di atas meja.
”sus. . ka. .lo. . ini. .ce. . we. .da. . teng. . to. . long. . ka. .
sih. . su. . rat. . i. . ni. . ” kata Rio sambil menyodorkan sehelai
foto dan surat yang baru ia tulis. Suster hanya mengangguk. Tiba-tiba,
”aaaarrrggghhhh!!!!!” teriak Rio, lalu hening. Alat pendeteksi
jantung memunculkan garis hijau yang panjang, bertanda sang pasien telah
tiada.
_Esoknya_
” Rio meninggal!!!”
”apa? Ah ngga percaya gue,”
”Rio udah ngga ada!!”
”Semalam dia meninggal!!”
Itulah hiruk pikuk yang kini sedang terjadi di sekolah Ify dan Rio.
Ify yang baru datang di kelasnya langsung diserbu beribu pertanyaan dari
teman-teman kelasnya.
”Fy!! Beneran ya, Rio meninggal?” tanya Sivia. ”hah? Engga kok.
Kemaren aja dia masih sama-sama gue.” kata ify. ”iya, dia meninggalnya
tadi malam.”kata Sivia.
Masuklah pak Duta, wali kelas Ify. ”anak-anak, kita sedang berduka.
Salah satu teman kalian, Mario Stevano meninggal tadi malam. Sekarang,
kita akan menghadiri acara pemakamannya.” kata pak Duta.
Ify mematung. Ia tak percaya akan apa yang baruy saja ia dengar.
”Fy?” panggil Sivia. Ify tidak bergeming. ”IFY!!” teriak Sivia yang sukses membuat Ify sadar. ”Ayo jalan,” kata Sivia.
_pemakaman_
Kini semua pelayat telah pulang, termasuk orangtua Rio. Hanya tinggal Ify yang masih bertahan menatap nisan Rio.
”Rio, kenapa? Kamu udah janji ngga bakalan ninggalin aku kan? Kamu bohong Rio!! Kamu jahat!!” Ify histeris.
Hujan pun seakan turut berduka atas kepergian Rio, sehingga ia tetap
setia menyirami bumi. Ify merogoh kantongnya, di sana ia menyimpan
surat yang dititipkan Rio padanya. Ia pun mulai membaca surat itu.
”Ify, peri kecilku yang cantik, yang baik, yang lucu, yang
pinter.Juga Ify, peri kecilku yang bawel, cengeng, nyebelin, n cerewet.
Maaf, aku udah sering buat kamu sedih
Maaf, udah bikin kamu nangis
Maaf, udah jadi beban dihidup kamu
Maaf, sering egois
Maaf, ngga bisa jadi yang terbaik
Maaf, ngga bisa selalu sama-sama kamu
Maaf, udah bikin kamu berharap
Maaf, udah datang ke hidup kamu
Maaf, harus pergi
Tapi,
Makasih, udah mau datang ke hidup aku
Makasih, udah mau jadi peri kecil aku
Makasih, udah mau bersabar ngadapin keegoisan aku
Makasih, pernah datang ke hidup aku
Makasih, mau aku anterin pulang
Makasih, udah semangatin aku
Makasih, udah jadi anugerah dalam hidupku
Makasih, udah mau denger semua curhat aku
Makasih, udah nunjukkin apa artinya hidup
Makasih, udah nunjukkin apa artinya cinta
Peri kecil, jangan nangis yaa. . setetes air mata kamu yang jatuh
berarti sebuah kebahagiaanku yang hilang. Maaf ya, udah ngga bisa anter
jemput kamu lagi. Aku harap kamu ngga nyesel pernah kenal aku.
Maafin aku ya kalau selama ini aku nggak pernah mau cerita ada apa
sebenarnya. Maafin aku yang nggak pernah mau cerita masalah aku ke kamu.
Aku bukannya ngga mau, tapi aku ngga bisa. Itu semua karena aku nggak
mau ngeliat kamu nangis, Fy. Aku akan cerita sekarang, tapi lewat surat
aja yah Fy, karena waktu kamu ngebaca surat ini, aku pasti udah engga
ada di samping kamu lagi. .
Gini Fy, sejak aku SMP, perut aku sering banget sakit. Trus pas aku
cek ke dokter, hasil labnya bilang aku positif kena sirosis. Penyakit
hati yang ngga bisa disembuhin kecuali ada yang rela donorin hatinya ke
aku. Kamu tau kan? Masa calon dokter ngga tau sih? Heheheh. . . Aku ngga
mungkin banget ngasih tau hal ini ke orang tua ku. Mereka pasti shock
berat kalo tau keadaan aku yang sebenarnya. Makanya, yang tau hal ini
Cuma aku sama Alvin. Alvin juga udah aku paksa untuk janji ngga ngasih
tau ini ke siapa-siapa. Hehehe. .Fy, sekarang yang tau ini Cuma kamu dan
Alvin. Titip salam ya, ke orang tua aku. Bilang aku minta maaf selama
ini ngga pernah bisa jadi anak yang baik buat mereka. Bilangkan aku
minta maaf. . tolong tunjukkin surat ini ke papa mama aku ya?
Sebenarnya aku tau kalo aku bakalan mati cepat. makanya, aku sengaja
ngebuat hari terakhir aku sama-sama kamu jadi lebih special, karna aku
tau besok-besok aku ngga bakalan bisa bercandaan bareng kamu lagi. aku
sengaja lowongin waktu untuk berdua seharian sama kamu, karna aku tau,
aku ngga bakalan ketemu kamu lagi. Maaf ya Fy, aku udah ngga bisa jagain
kamu lagi. Belain kamu lagi. Sama-sama kamu lagi. Nganterin kamu lagi.
Aku khawatir nanti siapa lagi yang bisa nganterin kamu? Semoga kak Iel
bisa. Kalo boleh jujur, sebenarnya aku ngga rela banget ninggalin kamu.
Tapi, aku harus Fy.
Udah dong Fy. . jangan nangis ya. . Ntar cantiknya ilang looh. . .Ya? Ya? Ya?
Makasih ya Fy, kamu udah jadi penyemangat idup terbesar aku. Udah Fy, aku ngga kuat lagi megang bolpen.
Keep smile, dear. .
Tertanda,
Mario Stevano
Air mata Ify terjatuh tepat di atas nama Rio. Terngiang sebuah lagu yang pernah Rio persembahkan untuknya.
There will never be another by my side
Because all I am is just for you
And there can never be another by my side
I need you here with me
You’d brush away this loneliness from me Till the end of time. .”
”Rio. . . ” bisik Ify.
_TAMAT_
Jumat, 15 Maret 2013
The Mistake
Aku melihat iPhone silverku, dan langsung lesu melihat tak ada satupun pesan atau panggilan dari Rio. Hatiku kosong begitu mengingat ini bulan ke 2 Rio pergi tour bersama bandnya. Bulan kedua dari 5 bulan yang artinya aku akan bertemu dengan Rio 3 bulan lagi.
Kuakui, aku memang kesal sejak band Rio yang awalnya dilirik orang sebelah mata kini menjadi salah satu band trendsetter. Bukan apa-apa. Aku tidak iri dengan kesuksesannya. Bagaimanapun, Rio suamiku dan aku harus mensupportnya. Tapi tidak sampai sekarang. Sampai ia tak pernah peduli lagi kepadaku.
Menurutku, pernikahan kami tidak berarti apa-apa untuknya. Pernikahan ada saat dua orang yang saling mencintai berjanji untuk saling menjaga dan menyayangi sampai mati. Juga untuk mengisi kekosongan yang ada. Tapi kini justru pernikahan itu membuat kekosongan dalam hatiku.
Ya, tak dapat kupungkiri aku merindukan Rio. Kehadirannya, senyumnya, tawanya, semuanya. Aku rindu saat ia membelai kepalaku dengan lembut dan mengatakan 'semuanya akan baik-baik saja'. Aku rindu saat bangun pagi aku melihatnya bersamaku, dan mendaratkan kecupan selamat pagi di keningku. Aku rindu semua itu..
Aku Alyssa Saufika, tapi kau bisa menyingkatnya jadi Ify. Aku pemilik 'Holy Bakery', toko roti yang sudah kurintis sejak aku masih mahasiswa. Malu sih mengakuinya.. Tapi aku drop out semester ketiga karena terlalu sibuk mengurus toko rotiku. Tidak kusangka, toko roti yang awalnya hanya kugunakan sebagai kerja sampingan kini menjadi pekerjaan tetapku. Aku sudah memiliki dua toko roti sekarang. Walaupun di kota yang sama, tapi itu cukup membuatku sibuk. Terkadang aku berpikir apa aku mirip Bill Gates atau Steve Jobs ya? Mereka juga D.O karena pekerjaan. Tapi pada akhirnya mereka berhasil belajar dari kegagalan itu dan menghasilkan perusahaan yang besar.. Waaw..
Suamiku, Rio Stevano adalah anak band terkenal. Umurnya memang sudah tidak terlalu muda lagi, tapi mukanya yang unyu-unyu itu pasti selalu bisa memikat hati tiap wanita. Itu juga yang membuatnya bisa naik daun sekarang.
Kami menikah sudah 3 tahun. Pernikahan ini awalnya berjalan lancar. Rio selalu membantuku di toko roti. Saat itu ia masih Rio yang sangat ku sayang. Rio yang selalu membuatku tersenyum. Tapi itu dulu. Sebelum semua berubah. Kini Rio itu telah berubah menjadi Rio yang selalu membuatku menangis. Rio yang jahat!
Hufftt..
Aku harus melewati satu malam lagi sendirian. Tempat tidur yang sebenarnya untuk dua orang hanya diisi olehku. Mimpi burukku akan dimulai. Mimpi buruk yang harus kulewati seorang diri. Tanpa Rio.
_______________________________________
"Pagi mba Ify.." Kata bi Suri, pembantu di rumahku.
"Pagi juga.." Balasku sambil tersenyum.
"Eh tadi malam mas Rio nelpon, tapi mbaknya udah tidur. Saya takut ngebangunin.."
"Oh, ngga papa kok bi." Kataku lagi.
Ha? Rio nelpon aku? Ada angin apa dia ingat aku? Tumben..
Kalian pasti bingung kan? Aku juga-_-"
Aku sudah mulai berpikir kalau aku adalah nomor dua dihidup Rio. Bandnya selalu menempati nomor satu. Mungkin juga aku nomor tiga.. Atau empat?
Ah, aku ngga peduli. Dia bukan Rio-ku lagi. Dia Rio milik bandnya. Aku tidak mau berharap banyak. Aku hanya ingin dia selalu di sisiku.
My Husband is calling...
"Hallo" kataku.
"Hallo.. Ify?" Tanya orang di sebelah sana.
"Iya. Ada apa Yo? Tumben inget aku.." Kataku dengan suara bergetar. Perih rasanya mengucapkan kalimat itu. Seperti mengingatkanku kalau Rio tak pernah lagi memperhatikanku.
"Ify.. Jangan ngomong gitu dong.."
"Lah emang kenyataan kan? Kamu ngga pernah lagi inget sama aku. Bahkan cuma untuk sekedar ngirim sms selamat malam aja kamu ngga sempat. Kamu ngga tau kan, aku butuh kamu di sini? Kamu ngga tau betapa menderitanya aku sendirian!" Kataku. Tak terasa setetes cairan hangat mengalir di pipiku.
"Ify.. Aku selalu inget sama kamu. Aku tau kalo kamu lagi nangis. Aku tau kamu lagi sedih. Aku tau. Tapi aku minta maaf, aku ngga bisa di samping kamu. Aku ngga bisa pulang sekarang. Band masih perlu aku Fy." Kata Rio.
"Oh, jadi band perlu kamu dan kamu anggap aku ngga perlu kamu? Ya udah. Fine. Nikah aja sama band kamu itu!" Kataku lagi.
Rio terdiam. Akupun terdiam.
Untuk beberapa saat, keheningan menyelimuti kami. Aku masih terisak karena baru saja meluapkan segala perasaanku pada Rio. Segalanya.
"Aku selalu kesepian Yoo.. Rasanya hidup aku tuh kosong.. Rumah ini cuma gedung! Bukan rumah yang sesungguhnya. Aku pengen rumah yang ada kamu Yo.. Rumah yang bisa jadi tempat kita sama-sama. Kamu selalu pergi-pergi. Sedangkan aku? Aku selalu sendirian di sini Yoo..!!" Isakku.
"Aku janji, aku akan selalu di sisi kamu.." Kata Rio.
".. Tapi ngga sekarang." Lanjutnya.
Aku masih diam mendengarnya. Jahat. Kejam. Aku ngga mau lagi dengar semuanya!
"Ify.. Aku dipanggil teman-temanku. Aku ngga bisa lama-lama telpon kamu lagi. Udah ya." Rio memutuskan hubungan telpon.
Aku masih diam. Tidak bisa menerima kenyataan yang harus kuterima. Aku sedikit bergeming, lalu aku merasakan rasa sakit yang luar biasa menjalar di kepalaku. Kuputuskan untuk kembali ke kamar, menutupi diri dengan selimut, dan bersembunyi dari kenyataan pahit yang ada di depanku.
_______________________________________
Kulewati hari-hariku di toko roti. Setidaknya dengan mengontrol bisnisku, aku bisa melupakan si kejam itu untuk beberapa saat. Tapi, sekeras apapun aku berusaha melupakan segala kelakuan Rio, aku tetap saja menangis.
Setiap kali aku sampai di rumah, kesunyian selalu menyergapku. Kesepian. Keheningan. Kesendirian.
Tidak bisa kupungkiri aku merindukan si kejam itu. Si kejam yang selalu menorehkan rasa sakit di hatiku. Si kejam yang adalah suamiku sendiri.
Kadang aku pergi ke restaurant fast food, lalu melihat sangat banyak pasangan di sana, dan itu mempengaruhi moodku. Aku langsung teringat Rio, dan sifat melankolisku kembali. Aku akan menangis terus seharian, mengingat kondisi pernikahanku dengan Rio. Kalau aku sudah merasa tenang, aku berendam berjam-jam di kamar mandi sampai tertidur.
Pernah juga aku melewati SMA Cempaka II, tempat kami bertemu. Teringat kembali saat kami masih belum menjadi 'orang', dan untukku itu adalah saat-saat paling bahagia dalam hidupku. Bersama orang yang kucintai dan mencintaiku, kami menjalin sebuah hubungan yang indah.
Sekali lagi kukatakan, tapi itu dulu..
_______________________________________
3 bulan berlalu..
Aku sengaja meliburkan diri sendiri -_-" untuk menyambut pagi ini. Pagi pertamaku dengan Rio, suamiku tercinta.
Pagi-pagi sekali aku sudah menyiapkan makanan untuk Rio-ku tercinta. Hehehe.. Aku sudah sadar sekarang. Mungkin selama ini aku terlalu egois memikirkan diriku sendiri. Aku memang membutuhkan Rio. Tapi Rio lebih dibutuhkan lagi oleh bandnya.
Aku tidak boleh berpikir kalau Rio tidak menyayangiku lagi. Rio bukan hanya milikku pribadi. Ia milik semua orang. Aku harus menerima semua ini. Yah, walaupun aku harus kesepian terus.. -_-
Pukul 8.00 tepat, Rio bangun.
Ia mengucek-ngucek matanya, lalu mengacak rambutnya sendiri. Hahaha.. Kebiasaannya setiap bangun tidur :D
"Pagi sayang.." Kata Rio mengecup keningku.
"Pagi juga.." Balasku tersenyum ke arahnya.
"Tadi pas bangun aku nyariin kamu loh. Bingung aku karna kamu ngga ada di sampingku. Eh ternyata istriku tercinta lagi buat makanan toh.. Hehe.." Kata Rio sambil terkekeh.
"Yo, duduk. Mari kita makan." Kataku.
"Hahaseekk.. Makan masakan istri pasti enak. Selama ini aku makan di warung selalu masakan istri orang lain. Sekarang, masakan istri sendiri. Mantap!!" Kata Rio sambil menuang nasinya. Ia mengambil lauk yang sudah kusediakan, lalu makan dengan lahap sampai mulutnya penuh. Haha :D
"E..hak hang..het.. Fy!!" Kata Rio.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata Rio. Ini adalah Rio-ku. Rio yang kusayang. Rio yang selalu bisa membuatku tersenyum. Rio yang kucintai.
"Fy, ntar malam kita dinner ya.. Itung-itung nebus kesalahan aku sama kamu.. Kan selama ini aku udah sering banget ninggalin kamu. Jadi ntar malam aku mau luangin waktu untuk kamu." Kata Rio.
Luangin waktunya cuma ntar malam? Selama ini kamu terus biarin aku sendirian dan dibayar cuma dengan satu malam?
Ett!! Ify stop berpikir kaya gitu! Rio udah mau luangin waktu untuk kamu, dan kamu ngga boleh marah-marah. Ok Ify! Jangan marah-marah.
"Oke Yo. Paling nggak aku bisa dapetin waktu kamu sedikit," kataku tersenyum pahit.
Aku ngga bisa membohongi hatiku sendiri kalau aku kecewa sama Rio.
Aku yang selalu sendirian selama ini hanya akan ditemani satu malam saja.
Bagaimanapun juga Rio itu suamiku. Masa waktunya ngga bisa ia lowongkan sehari saja bersamaku? Keterlaluan.
"Fy, aku udah selesai makan. Makasih ya makanannya. Enaaakkk banget.. Oh iya, aku janji latihan sama band jam 9. Ga papa yah? Kamu ngga marah kan?" Tanya Rio.
Hatiku langsung jatuh.
Jadi Rio bangun pagi, meluangkan waktu 15 menit bersamaku, lalu pergi beberapa jam latihan dengan bandnya, dan dengan entengnya dia berkata 'kamu ngga marah kan?'
Aku marah! Tentu saja!
Aku sudah meluangkan waktu satu hari untuk bisa sama-sama Rio, tapi dibalas kaya gini. Dibalas dengan milih bandnya.
Huffttt.. Aku tak tahu harus berkata apa lagi untuk meredakan emosiku. Aku hanya diam dan membereskan bekas makanan kami berdua tanpa menjawab pertanyaan Rio. Dengan cueknya, Rio pergi dan berganti baju.
Dia benar-benar seperti manusia ekspress. Dalam beberapa menit saja sudah mandi, rapi, dan siap pergi latihan.
Tapi kalau pergi denganku, sejuta alasan yang ia berikan. Sakit perutlah, pusinglah, ngga mood lah.
Aaaahhh!!! Menyebalkaaaannnn!!!
_______________________________________
Author P.O.V
Rio sampai di tempat latihannya. Ia memakai baju kaus putih dibalut rompi hitam, dan celana berwarna biru. Benar-benar cocok dengannya. Itu semua membuat para gadis yang berpapasan dengannya terbelai. Entah terbelai karena perawakannya, karena wajahnya, atau karena wangi parfumnya.
Rio memasuki ruang latihan dengan tampang lesu. Entah kenapa ia memiliki firasat yang membuatnya gelisah. Firasat tentang suatu hal buruk yang akan terjadi. Entahlah.
Rio menggeleng-gelengkan kepalanya dan mencoba menghilangkan firasat buruk itu. Tapi tetap saja hatinya tidak tenang.
Selama latihan, Rio tidak bisa fokus. Sudah berulang kali ia melakukan kesalahan. Ia jadi seperti orang linglung yang tak tahu mau berbuat apa. Hatinya tertekan. Rasanya seperti dikejar-kejar sesuatu yang abstrak. Tidak tahu apa wujud sebenarnya.
Satu perasaan bersalah tiba-tiba muncul dalam dirinya. Perasaan bersalah karena..
Rio berusaha mengingat-ingat kesalahan apa yang ia perbuat hari ini. Semuanya berjalan dengan lancar dan sempurna. Latihannya dengan rekan bandnya berjalan lancar walaupun ia melakukan beberapa kesalahan. Ia tidak merasa melakukan sesuatu yang buruk hari ini. Tidak sampai..
Beth I hear you calling
But I can't come home right now
Me and the boys are playing
And we just can't find the sound
Just a few more hours
And I'll be right home to you
I think I hear them calling
Oh Beth what can I do
You say you feel so empty
That our house just ain't our
home
I'm always somewhere else
And you're always there alone
Just a few more hours
And I'll be right home to you
I think I hear them calling
Oh Beth what can I do
Beth I know you're lonely
And I hope you'll be alright
'Cause me and the boys
Will be playing all night
Alunan lagu berjudul 'Beth' mengalun di telinga Rio. Lagu yang mengingatkannya pada seseorang.. Seseorang yang ia cintai..
'Kamu ngga pernah lagi inget sama aku. Bahkan cuma untuk sekedar ngirim sms selamat malam aja kamu ngga sempat. Kamu ngga tau kan, aku butuh kamu di sini? Kamu ngga tau betapa menderitanya aku sendirian!'
Rio terdiam..
'Aku selalu kesepian Yoo.. Rasanya hidup aku tuh kosong.. Rumah ini cuma gedung! Bukan rumah yang sesungguhnya. Aku pengen rumah yang ada kamu Yo.. Rumah yang bisa jadi tempat kita sama-sama. Kamu selalu pergi-pergi. Sedangkan aku? Aku selalu sendirian di sini Yoo..!!'
Rio masih terdiam. Tanpa disadarinya, ia masih merekam kata-kata Ify saat ia sedang tour. Ify yang mencintainya.. Ify yang menyayanginya.. Ify yang selalu berkorban untuknya. Tapi.. Ia sendiri tidak pernah membalas perasaan orang yang sudah tulus menyayanginya itu. Ia malah menyakitinya dan membuatnya nangis.
Kini ia menyadari kenapa hatinya tidak tenang.
Karena dia sudah salah besar menelantarkan istrinya itu sendirian selama ini. Ia tidak bisa membayangkan apa yang telah Ify rasakan selama ia tinggal. Kesunyian, kesepian, kesendirian. Ia telah bersalah membiarkan Ify merasakan hal itu.
Rio mengacak-acak rambutnya. Ia merasa sangat gundah. Bingung. Gelisah.
Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya. Satu malam saja sudah pasti tidak cukup. Ia sudah meninggalkan Ify berbulan-bulan!
"Wey Yo! Nape lo?" Tanya Gabriel, rekan satu bandnya.
"Ngg.. Gue lagi kepikiran Ify nih.." Kata Rio.
"Hah? Istri lo kenapa?"
"Gue merasa bersalah udah ninggalin dia lama banget. Terus pas gue pulang gue malah ngga ada waktu buat dia. Gue emang suami paling bodoh!" Kata Rio mengumpat dirinya sendiri.
"Weettsss!! Jangan gitu dong. Lo emang punya band. Punya kerja. Punya semuanya. Tapi itu semua ngga akan lengkap tanpa istri lo. Coba lo inget, dulu siapa yang selalu support lo waktu kita belum terkenal?" Tanya Iel.
"Ify"
"Siapa yang selalu masakin lo tiap pagi?"
"Ify"
"Siapa yang selalu mijit lo kalo cape?"
"Ify"
"Nah. Yang ngisi hari-hari lo itu Ify, sob! Jangan sia-siain dia gitu aja." Kata Gabriel.
"Iya, gue juga ngerasa bersalah banget, makanya ntar malam gue mau sempatin dinner ma dia."
"Hah? Satu malam aja?"
"Iya" jawab Rio.
"Ify itu istri lo apa simpanan lo sih?" Tanya Iel.
"Maksud lo?"
"Iya. Dia istri lo, tapi lo perlakukan kaya simpanan lo. Cuma luangin waktu satu malam buat dia padahal lo udah ninggalin dia lama banget. Lo ngga bayangin apa, tiap malam dia nungguin lo? Tiap malam dia berharap lo pulang dan meluk dia? Dia itu istri lo sob! Bukan simpanan. Dia berhak milikin waktu lo. Bukan kita-kita aja. Dia lebih berhak dari kita. Dan lagi ntar kalo kita udah ga tenar, siapa lagi yang mau sama lo? Fans lo? Engga kan? Pastinya Ify! Mulai sekarang jangan bikin dia sendirian lagi" Kata Iel.
Rio sadar. Ia benar-benar panik sekarang. Ia tak tahu harus bagaimana.
Ia meraih hapenya, lalu dengan cepat ia menelepon Ify. Beberapa nada sambung terdengar, dan..
"Hallo"
"Hallo Fy? Maaf yah aku selama ini udah jahat ma kamu. Aku sadar aku selalu ninggalin kamu. Aku tau aku ngga pernah sediain waktu buat kamu, padahal kamu istri aku. Maafin aku Fy.. Aku masih mau sama-sama kamu. Di samping kamu. Mulai sekarang aku akan selalu di samping kamu. Aku akan selalu sediain waktu buat kamu." Kata Rio tanpa putus.
Tidak terdengar suara apa-apa di seberang sana. Hanya terdengar helaan nafas panjang, lalu..
"Iya Yo. Aku ngerti kok. Kamu ngga usah kaya gitu. Band kamu lebih butuh kamu dibanding aku. Aku kan bukan apa-apa. Ngga usah maksain diri ya. Aku tau ujung-ujungnya kamu bakal ninggalin aku lagi." Kata Ify pahit.
Kata-kata Ify menusuk hati Rio.
Jadi, selama ini seperti itukah yang Ify rasakan dengannya? Ia bahkan sudah siap seandainya Rio tidak memperdulikannya lagi. Ia bahkan berpikir kalau sebaiknya Rio tak menganggapnya.
'Ya ampuunn!! Berapa besar dosa yang sudah kubuat sampai istriku sendiri berkata seperti ini? Bodoh kamu Rio! Bodoh!' Rutuk Rio dalam hati.
"Ify.. Dengerin aku. Aku sadar kalo aku udah jahat sama kamu. Aku udah sadar Fy. Aku minta maaf banget ama kamu karena sikapku selama ini." Kata Rio.
Rio menunggu jawaban dari Ify.
1 detik..
2 detik..
3 detik..
4 detik..
5 detikpun berlalu tanpa ada jawaban dari Ify. Ia diam. Tak tahu kenapa.
"Yo.." Kata Ify akhirnya bersuara.
"Iya?" Kata Rio.
"Kamu jahat!!"
"Kenapa?"
"Kamu udah ninggalin aku selama ini. Kamu udah ngga peduli sama aku lagi. Dan karena itu, aku udah mencoba supaya ngga nganggep kamu dengan semua kelakuanmu itu. Aku coba untuk lupain kamu. Tapi kenapa sekarang kamu minta maaf? Kenapa Yo?! Kenapa kamu berubah kaya gini disaat aku udah mulai bisa lupain kamu? Jangan ngasih aku harapan kosong lagi Yo.. Kumohon.. Aku ngga mau sakit hati lagi Yo.." Kata Ify terisak.
Sekarang Rio benar-benar merutuki dirinya sendiri. Ia telah menyakiti, bahkan menghancurkan hati orang yang justru benar-benar ingin ia jaga. Suatu kebodohan besar.
"Ify.. Mulai sekarang, aku pasti luangin waktu buat kamu. Aku ngga akan ninggalin kamu sendiri lagi. Aku akan obati luka dihatimu. Dan aku mohon.. Jangan lupain aku. Aku sayang banget sama kamu Fy.. Aku ngga mau kita pisah. Aku pasti berubah untuk kamu." Kata Rio.
"Janji?"
"Iya, janji. Ntar malam, besok, lusa, minggu depan, sampe selamanya, aku akan di samping kamu." Kata Rio lega mengetahui bidadarinya sudah memeaafkannya.
"Ya udah. Asal ngga kamu langgar. Kalo kamu ninggalin aku sampe lama banget, inget ya! Tak sunat ntar." Kata Ify.
"Iya ibu boss.." Kata Rio terkekeh.
"Aku ngga mau dinner." Kata Ify tiba-tiba.
"Terus?"
"Ntar malam, jam 7 datang ke taman RiFy. Kalo ngga, ku ceraiin!!" Kata Ify memutuskan sambungan telepon.
Rio tertawa mendengar kata-kata istrinya. Paling tidak ia sudah bisa merebut kembali hati malaikat kecilnya, dan ia akan selalu menjaga hati itu. Hati itu terlalu rapuh. Sangat rapuh. Kalau dibiarkan sejenak, hati itu akan pecah berkeping-keping dan Rio tak ingin hal itu terjadi.
_______________________________________
07.48 PM
Ify mematut dirinya sekali lagi di depan cermin. Dress biru dengan paduan legging hitam membuatnya terlihat lebih muda dari umur sebenarnya -.-
Ia tersenyum mengingat kencan pertamanya dengan Rio. Kencan yang ia lewati dengan setelan yang ia pakai sekarang. Kencan yang membuatnya melayang setiap mengingatny. Saat-saat bahagia bersama orang yang kini sudah menjadi suaminya terasa takkan pernah sirna.
Ify memanggil taksi yang lewat di depan rumahnya, dan bergegas ke taman RiFy.
Sesampainya di taman..
Ify melihat ke kiri dan ke kanan untuk memastikan apakah Rio sudah datang.
Walaupun sudah mengitari taman itu berkali-kali, ia tetap tak bisa menemukan sosok Rio di situ. Harapan besar menghabiskan malam bersama orang yang ia sayangi kini semakin memudar. Ia tahu hal ini akan terjadi. Rio takkan mungkin menelantarkan bandnya hanya untuk bertemu Ify.
"Kamu pembohong Rio," kata Ify.
Ify menunggu di tengah gelapnya taman. Seorang diri. Tanpa seseorang yang bisa menemaninya.
Sementara itu, Rio...
"Yak!! Tu wa ga pat!!" Teriak Cakka, vokalis band Sky.
Suara bass Cakka terdengar diiringi kerasnya musik rock.
Terlihat Gabriel dan Alvin adu bermain gitar, Ray asyik menggebuk drum, dan..
Di sana ada Rio dengan gitar bassnya. Ia terlihat sangat semangat memainkan alat musik listrik itu tanpa mengingat janjinya pada Ify.
Ya, janji yang sudah ia buat untuk meminta maaf pada istrinya itu ternyata hanya bohong belaka. Ia tak ingat sama sekali pada janji itu. Janji yang sudah membuat istrinya menunggu sendirian di taman.
Bukan, maksudku tidak sendirian..
Di taman..
Ify menapaki jalan berbatu di taman RiFy dengan tetesan air mata yang mewakili rasa kecewanya.
Kecewa karena ia sudah terlanjur percaya pada janji muluk Rio.
Kecewa karena ia sudah jatuh pada pesona Rio.
Kecewa karena ia tidak bisa menolak ajaran Rio.
Kecewa karena... RIO.
Deegggg
Bulu kuduk Ify berdiri. Ia merasa tidak aman. Ia merasa.. Sedang diikuti.
Ify segera meraih handphonenya. Setelah menekan nomor Rio, ia segera meneleponnya.
Satu panggilan..
Dua panggilan..
Tiga pan panggilan..
Empat panggilan..
Tidak ada satupun yang mengangkatnya. Tidak ada Rio di sana. Tidak akan ada.
Putus asa karena tidak ada yang menjawab teleponnya, Ify beralih mengirim pesan singkat ke Rio. Ia mempercepat jalannya dan berharap agar jalan keluar sudah dekat, tapi harapannya tidak terkabul. Pintu keluar taman itu masih jauh di depan. Mustahil terjangkau hanya dalam beberapa menit.
Ify berjalan semakin cepat.. Semakin cepat.. Semakin cepat..
Taman RiFy, 8.39 PM
GRASAAKKK
Ify kaget. Ia tak tahu suara apa itu, dan ia tidak mau tahu. Ia terus saja mempercepat langkahnya dan terus berharap dalam hati agar ia bisa keluar dari taman itu sesegera mungkin.
Terdengar jelas suara langkah kaki orang di belakangnya. Suaranya seperti sepatu kets yang diseret-seret. Mungkin remaja yang kebetulan lewat taman itu. Tidak. Lebih besar dari sekedar remaja iseng yang lewat. Mungkin pegawai kantoran. Atau...
"Ehemm.."
Suara deheman itu mengagetkan Ify. Ia tau kalau yang sedang berjalan di belakangnya bukan laki-laki biasa, tapi lelaki bertubuh kekar dengan suara bass.
Ify semakin mempercepat langkahnya. Ia tak ingin terjadi apa-apa malam ini. Ia terus berharap agar Rio muncul di depannya dan melindungnya dari perasaan takut ini. Ia terus berharap, tapi..
"Uang atau nyawa?"
Tiba-tiba Ify merasa sesuatu yang tajam telah menorehkan goresan kecil di lehernya. Rasa pedihnya ia tahan, tapi rupanya ia tak dapat menahan air matanya. Mulutnya dibekap oleh laki-laki itu. Kini hanya satu nama yang memenuhi otaknya. Rio.
Ify tidak mau tinggal diam. Ia menyikut perut laki-laki itu, lalu mencoba melarikan diri. Tapi tampaknya laki-laki itu tidak akan membiarkan mangsanya kabur begitu saja. Ia mengejar Ify yang sudah lari, dan hanya dalam satu gapaian Ify sudah ada dalam cengkeramannya lagi.
"Umpphh!! Mpphh!!" Ify tak bisa bernafas karena mulut dan hidungnya ditutup oleh laki-laki itu. Kini tangannya ditahan, dan itu artinya ia tak mempunyai kesempatan untuk melarikan diri lagi.
"Kamu rupanya pengen mati cepet ya?" Kata laki-laki itu.
Sekilas Ify melihat sosok orang yang membekapnya itu. Lengannya bertato, badannya besar, dan memakai masker. Rupanya wajah aslinya tak ingin ia perlihatkan pada siapapun. Tampangnya seperti preman.
Bukan, dia memang preman.
Mendengar kata-kata lelaki itu, Ify segera memberontak. Ia bergerak kesana kemari, berusaha melepaskan diri dari preman itu.
Begitu tangannya lepas, ia merasa puas karena berpikir masih ada peluang untuk lari. Ia merasa puas tanpa sadar pisau lipat sang preman sedang melayang ke arah perutnya.
JLEEBBB
"Aaaaa...."
Terdengar rintihan seorang wanita yang kesakitan. Nafasnya tersengal-sengal, tubuhnya penuh keringat, sementara darah segar mengalir dari perutnya.
_______________________________________
"Loh, Ify mana bi?" Tanya Rio pada pembantunya.
"Belum pulang, mas. Tadi mbaknya pergi kayaknya ke pesta, habis bajunya bagus gitu.." Kata bi Suri.
"Hah? Yah ampun!! Aku kan ada janji sama Ify! Bi, tunggu bentar ya. Saya mau ke Ify dulu." Kata Rio lalu berlari ke arah taman RiFy.
Sesampainya di taman RiFy,
Rio mencari kesana kemari, tapi ia tidak melihat tidak ada Ify di mana-mana.
Ia berlari ke setiap bangku, tapi hasilnya tetap saja, NIHIL.
Ify tidak ada di mana-mana.
Rio mengambil handphonenya, hendak menelepon Ify. Namun, sesaat sebelum ia menelepon..
14 missed call 'My Wife'
From: My Wife
Rio, kamu di mana?
From: My Wife
Kamu di mana Yo?
From: My Wife
Yo, aku udah nunggu kamu 2 jam.. Datang dong..
From: My Wife
Rio, aku ngerasa ngga aman di taman sendirian. Aku pulang ya.. Kita ngerayain hari kencan pertama kita di rumah aja..
From: My Wife
Yo, ada orang yang ikutin aku. Aku takut banget..
Cukup sudah. Rio tak tahu harus bagaimana sekarang. Ia benar-benar lupa kalau dia ada janji dengan Ify. Ia benar-benar lupa kalau hari ini adalah peringatan kencan pertamanya dengan Ify. Ia benar-benar lupa.
Dan..
Apa? Ify diikutin orang? Ya ampun.. Jangan sampe Ify..
Rio segera berlari mengelilingi taman mencari Ify. Ia berteriak memanggil Ify, namun tetap saja tidak ada jawaban dari orang yang ia cintai itu. Ia terus berlari, memanggil, dan berteriak. Berharap kalau teriakannya itu akan didengar Ify dan mereka bisa bersama lagi, meyakinkan diri kalau semuanya baik-baik saja.
Saat sedang mencari Ify di sekitar kolam, ia menemukan iPhone silver Ify dipinggiran kolam ikan itu. Tanpa pikir panjang Rio melepas rompinya, menggulung celana panjangnya, lalu masuk ke dalam kolam itu.
Ia meraba-raba dasar kolam yang hanya selutut itu mulai dari pinggiran sampai ke tengah kolam. Ia tak peduli dinginnya suhu malam itu ataupun terpaan angin yang membuatnya menggigil. Ia hanya tahu satu hal. Ia harus menemukan istrinya, Ify, dan memastikan kalau semuanya baik-baik saja.
Tidak mendapatkan hasil yang dicarinya, ia pun keluar dari kolam. Saat ia memakai rompi, ia melihat 'sesuatu' di bawah bangku kolam tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan cepat ia menghampiri 'sesuatu' itu, dan..
Benar saja.
Wajah cantik yang selama ini membuatnya tergila-gila ada di situ, tapi dalam keadaan pucat pasi. Dingin. Dan tak bernyawa.
Rio membalikkan tubuh Ify yang saat itu ditelungkupkan, dan melihat ada bekas tusukan di dress yang dikenakan Ify. Di mulut dan telinga Ify terlihat bekas darah segar yang setengah kering, serta sedikit memar di wajahnya.
Rio mengusap wajah pucat itu dengan penuh kasih sayang dan penyesalan diiringi tetesan air mata. Wajah cantik yang memar itu seakan menolak permintaan Rio untuk menjadikan semuanya baik-baik saja.
Tangan Rio bersimbah darah. Ia tak tahu harus berbuat apa.
Sekarang ia menyesal. Sangat menyesal. Menyesal mengingat apa yang telah ia perbuat pada Ify sampai Ify seperti ini.
Ia hanya bisa menggendong tubuh indah tak bernyawa itu diiringi tetesan air mata. Sekarang tak ada yang memerlukan penyesalannya lagi. Penyesalan itu sudah terlambat. Sangat terlambat.
Exchanged
Part 1 : “SANG PANGERAN IFY”
“Ya ampun, fy. Kamu tuh hari pertama udah telat aja sih!” Gerutu Shilla ketika baru melihat Ify memasuki ruang makan. Disana anggota keluarga sudah lengkap duduk dan melahap sarapannya. Kecuali Ify yang memang baru datang.
Ify hanya terkekeh lemah. Lalu duduk dibangkunya dulu sebelum akhirnya menjawab ucapan kakaknya perempuan yang hanya beda satu tahun darinya. “Justru karena hari pertama barang-barang yang harus aku siapin itu ribet banget. Untung sekolah ini sekolah Griya Nusantara itu sekolah unggulan jadi MOSnya nggak aneh-aneh kayak sekolah lainnya”
Shilla Cuma bisa mencibir pelan saja melihat adiknya yang memang punya predikat paling lelet di rumah ini. Piring yang berisi nasi gorengnya sudah habis dan Shilla pun bangkit dari bangkunya. Dari luar rumah terdengar suara klakson motor.
“Sama Alvin, shil?” Tanya Septian cuek tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari buku yang menemaninya sarapan itu, ketika melihat sosok Alvin dari balik jendela di ruang makan itu. Shilla mengangguk. Masih sibuk menenggak habis jus jeruk miliknya. Lalu setelah habis, gelas dan piring kosong itu di bawa ke tempat cuci piring.
“Aku kan panitia MOS kak. Harus datang pagi. Kalau bareng kakak bisa-bisa aku kesiangan. Ify kan lelet” Ucap Shilla melirik Ify sebentar melalui sudut matanya lalu pergi meninggalkan ruang makan itu namun sebelumnya pamit pada Mama yang masih sibuk dengan rutinitas paginya dan papa yang sedang asyik menyesap kopinya sambil membaca Koran.
Mendengar komentar Shilla, Ify sih maunya membalas. Tak terima ia dijelek-jelekan seperti itu, tapi sayangnya, Shilla sudah menghilang disusul dengan deru motor Alvin yang semakin menghilang. Terpaksa diurungkan niatnya untuk membalas perkataan Shilla.
Ozy, adik bungsunya juga sepertinya sudah selesai makan bangkit dari bangkunya dan menaruh piring dan gelas yang susunya sudah habis ke dapur. “Pa, Ozy udah siap” ujar Ozy dan Papa pun bangkit menghabiskan kopinya yang masih setengah tinggi gelas tersebut lalu berjalan bersama Ozy ke halaman rumah mereka. Dimana mobil Avanza dinas papa, terparkir disana.
Ozy yang masih SMP memang berangkat diantar oleh Papa karena sekolahnya yang arahnya berbeda dengan sekolah Ify dan Shilla. Sedangkan Ify dan Shilla biasanya bareng Septian, kakak tertuanya yang sekalian berangkat kuliah ke Universitas Indonesia di Salemba. Pasalnya Septian merupakan mahasiswa kedokteran di Universitas ternama itu. Tapi hari ini, hari dimana pertama kalinya Ify masuk SMA, Shilla yang merupakan pengurus OSIS memilih berangkat bersama Alvin, pacarnya yang sudah jalan selama lima bulan itu. Takut telat katanya.
Tiba-tiba kepala Ify merasa dipukul sesuatu pelan. Ify mendongak mendapati Septian juga sudah selesai makan. “Cepetan nanti kakak tinggal loh! Kuliah pagi nih, fy” terpaksa Ify harus makan dengan terburu-buru supaya tidak benar ditinggal Septian. Dia kan kalau mengancam tak main-main.
--- * --- * --- * ---
Buku penghubung itu ia tatap. Sudah ada lima buah tanda tangan para pengurus OSIS. Pertama tanda tangan Shilla, yah walau memang tak diberi Cuma-Cuma dengan alasan adik, tapi Shilla tak memberinya tugas yang aneh-aneh. Kedua Alvin, berhubung Ify adalah adik pacarnya, ia juga tak terlalu sulit meminta tanda tangan Alvin. Sisanya adalah pengurus-pengurus OSIS lainnya.
Setelah menatapi buku penghubungnya, Ify mengedarkan seluruh pandangannya ke segala arah. Berharap ia bisa menemukan pengurus osis yang tidak dikerubuti banyak orang. Dan pandangannya jatuh pada sosok laki-laki yang sedang meminum air mineral ditengah lapangan. Tak ada seorangpun yang sedang menghampirinya.
Senyum diwajah Ify semakin merekah begitu melihat siapa laki-laki itu. Ia kenal dia, karena dia juga teman Kakaknya dan pernah beberapa kali datang kerumahnya untuk kerja kelompok. Dan semenjak pertemuan pertama mereka, Ify memang sudah menyukainya. Diperhatikannya setiap lekuk wajah yang menurut Ify cetakan sempurna Sang Maha Pencipta. Dengan tubuh yang kurus dan rambut yang di berdirikan agak basah karena keringat ia benar-benar sosok malaikat dimata Ify. Walau kurus tetap saja terlihat altletis.
Ify memantapkan hatinya melangkah mendekati laki-laki itu. Berharap laki-laki itu masih bisa mengingat Ify sebagai adik Shilla dan memberikan tugas ringan untuk Ify. “Permisi, Kak Gabriel” sapa Ify pada laki-laki yang ternyata bernama Gabriel Itu.
Gabriel berhenti menenggak air mineral dari botolnya lalu menoleh kearah suara yang memanggilnya. Mengangkat alis menatap Ify, ia tahu apa yang pasti akan diminta Ify. Ujung bibirnya terangkat membentuk seulas senyuman licik. Ia memang sudah mendengar dari Alvin dan Shilla kalau adiknya Shilla yang satu ini memang memilih masuk ke sekolah ini.
“Kak, boleh Ify minta tanda tangan Kak Gabriel?” Tanya Ify sopan sambil mengulurkan buku penghubung berserta pulpen pada Gabriel.
“Boleh, kok” Jawab Gabriel manis membuat Ify merasakan detak jantungnya tak karuan. Ia memilih untuk menunduk daripada menatap wajah Gabriel yang bisa-bisa membuatnya semakin salah tingkah. Menghindari kontak mata langsung dengan si pemilik mata bening itu. “Tapi ada syaratnya”
Sudah Ify duga. Mana mungkin sih ia dapat tanda tangan Cuma-Cuma?! Pikir Ify. Tapi ia mengangguk. Siap menerima tantangan dari Gabriel.
“Gue mau lo tembak gue. Disini dilapangan ini, sekarang” Perintah Gabriel, memberi penekenan pada kalimat terakhirnya. Dengan sebuah senyum miring ‘iblis’ miliknya. Hatinya seakan terlonjak senang bisa mengerjai adik kelas yang satu ini.
Ify terdiam tak percaya. Akhirnya mengangkat wajahnya. “Tapi, kak…” Ify tak terima. Malu kan kalau harus nembak ditengah lapangan seperti ini. Kalau seandainya yang menyuruhnya bukan Gabriel, Ify sih mau-mau saja. Tapi ini kan Gabriel. Secara laki-laki yang memang benar-benar Ify sukai. Dia pasti akan malu sekali.
Gabriel berjalan pergi. “Kalau nggak mau ya udah. Gue nggak rugi kok”
Reflek, saat melihat Gabriel pergi, Ify menggenggam lengan Gabriel. Menahannya. Gabriel menoleh. Mengangkat alis menanti pernyataan setuju dari Ify. Dengan berat, Ify menghela nafas dan mengangguk. “Ya udah deh kak” Jawabnya tak bersemangat.
Ditatapnya Gabriel yang berdiri kembali seperti posisinya tadi. Menunggu Ify melaksanakan perintahnya. Ify hanya diam tak bersuara. Rasanya berat sekali harus mengucapkan itu kalau memang benar-benar menyukainya. “Kak.. Ify suka sama kakak” ujarnya lirih dan pelan. Nyaris berbisik. Kepalanya ditundukkannya. Tapi cukup untuk hanya didengar mereka berdua.
“Kamu ngomong apa, fy? Gue nggak denger? Ngomong pelan banget sih” Teriak Gabriel membuat beberapa orang jadi menoleh kearah mereka. Dan mulai menonton adegan penembakan Ify terhadap Gabriel.
Ify menggigit bibir tak peduli saat ia merasakan cairan merah keluar dari bibirnya. Seharusnya ia tahu kalau Gabriel memang sengaja mempermainkannya. Ia hanya lupa. Shilla pernah bilang padanya kalau Gabriel itu orangnya jahil dan mungkin karena itu ia bisa punya ide-ide unik yang lain daripada yang lain. Seperti sekarang. Supaya ia terlihat ‘laku’ mungkin.
“Aku suka sama kakak” Ujar Ify lebih keras. Gabriel malah menggeleng-geleng pura-pura bingung. Ekspresi yang membuat Ify ingin sekali melempar apa saja yang bisa dilemparnya sekarang kewajah tampan itu.
Tampak semakin banyak yang memperhatikan mereka.
Ify menghela nafas lalu memejamkan matanya. “Aku suka sama kakak… sejak pertama kali aku ketemu kakak” kata-kata terakhir diluar kehendak Ify. Membuat Ify langsung buru-buru menutup mulutnya kaget. Didepannya Gabriel semakin tersenyum iblis. Kenapa tiba-tiba kata-kata itu bisa keluar begitu saja sih? Bodohnya ia.
“Kamu yakin, fy? Aku perlu bukti” Gabriel Nampak berfikir. Sambil menatap wajah Ify yang mulai memerah. Seakan sangat menikmati pemandangan itu seperti sedang menikmati sebuah pertunjukan lucu dari badut disebuah sirkus. “Aku mau…” Kalimatnya tergantung. Menimang-nimang keputusannya. Lalu kembali menatap Ify dengan senyuman liciknya. Yang membuat Ify muak tapi juga semakin berdebar-debar. “kamu bacain aku puisi yang mengungkapkan perasaan kamu”
Spontan, Ify menggeleng. Mana mungkin dia bisa membuat puisi secara dia itu paling payah di pelajaran bahasa Indonesia. Buktinya saja, nilai ujiannya semua tiga pelajaran seperti IPA, Matematika dan Bahasa Inggris sih patut diacungi jempol karena mendapat nilai diatas Sembilan. Tapi jangan harap melihat nilai indah itu dipelajaran bahasa Indonesia yang hanya mendapat nilai 7,8. Untung saja ia sudah ikut tes masuk sekolah ini dan lulus.
Lalu seperti tadi Gabriel berlalu pergi. “kalau nggak mau ya terserah” jawabnya. Ify memutar pandangan keseluruh penjuru sekolah dan melihat banyak sekali yang menonton mereka. Dengan berat Ify pun meraih lengan Gabriel lagi. Tak mau kalau perjuangan yang membuatnya telah merasa dipermalukan itu tak menghasilkan apa-apa. Sama sekali tak mendapatkan tanda tangan Gabriel. Ia tak suka sesuatu yang diselesaikan tanggung.
“Oke, oke. Aku mau” Ujarnya kesal. Bibirnya manyun. Ini sama sekali tak lucu menurut Ify.
Tak sadar kalau dipinggir lapangan Shilla bersama dengan Alvin sudah memperhatikan sambil geleng-geleng kepala. Bukan Gabriel namanya kalau tak membuat sensasi yang lain daripada yang lain. Itulah cirri khasnya Gabriel. Tapi Alvin tak menyangka Gabriel akan memakai cara ini supaya bisa ‘jadian’ dengan Ify. Pasalnya dia memang tahu kalau Gabriel sebenarnya menyukai Ify.
Gabriel mengangkat alis. Menunggu Ify berkata-kata kembali. Karena sejak satu menit yang lalu setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Ify terus bungkam. Ia seakan tak sabar menanti puisi macam apa yang akan dibacakan Ify untuk mendeklarasikan perasaannya pada semua orang yang menonton. Gabriel semakin asyik menikmati hal ini.
Berbeda dengan perempuan lain, itulah penilaian Gabriel tentang Ify. Biasanya gadis lain kan akan langsung bersikap lemah dan sopan atau apalah tapi Ify malah selalu menantang terlebih dahulu. Begitulah Ify. Tak mudah ditekuk lututkan.
Ify menghirup udara siang yang sama sekali tak sejuk lagi lalu menghembuskannya.
“Dirimu, bagai pahatan sempurna hasil karya sang maha pencipta
Pemandangan yang pertama kali membuatku terpana
Sejak hari itu, tak bisa kupungkiri kau selalu ada
Dalam setiap sel otakku, setiap mimpiku
Namun hati tahu, aku hanya bisa memandangimu dari jauh
Kupikir itu cukup untuk perasaanku
Tapi kenapa hati tak pernah puas disetiap kehadiranmu
Kenapa berat bagiku jikalau kau hanyalah pangeran dalam mimpiku
Obsesiku berkata, aku ingin… bisa memilikimu
Aku ingin bisa memandang indahnya dirimu sebagai milikku
Aku tak puas hanya menjadi seseorang dalam bagian kecil hidupmu
Aku juga ingin bisa mengisi hari-harimu
Seperti kau mengisi seluruh kehidupanku
Dirimu, dan ukiran wajahmu, mungkinkah bisa kumiliki?” Jauh berbeda dengan kenyataan bahwa ia payah di bahasa Indonesia, ia membacakan puisi ini dengan penuh pengkhayatan. Membuat semua orang yang tadinya riuh langsung hening. Kagum. Gabriel pun terbengong tak percaya mendengar puisi indah buatan Ify. Padahal ia hanya membuatnya dalam waktu kurang dari dua menit saja.
Mungkin karena itu dari hati. Yang tanpa sadar Ify gunakan saat membaca puisi itu sambil menatap wajah Gabriel. Seolah puisi itu tertulis jelas disetiap sudut wajah Gabriel.
Sebisa mungkin Gabriel kembali ke sikap wibawanya. “Lalu?” tanyanya masih saja ingin mengerjai Ify. Belum puas apa membuat wajah Ify yang kini mirip dengan kepiting rebus saking malunya.
Ify mendesah sebal. Sudah benar-benar tak suka dengan permainan Gabriel. “Mau nggak kakak jadi pacar Ify?” Ujarnya asal jutek.
“Mau”
Satu kata memang, dan hanya terdiri dari tiga huruf. Tapi cukup bisa membuat mata Ify membelalak kaget menatap Gabriel tak percaya. Tak tahu harus mengartikan perasaannya yang langsung tak karuan. Ify terkekeh, lebih terkesan getir. Kalau mau bercanda seharusnya bisa kira-kira dong. Ini udah keterlaluan. “Kakak, permainannya gak lucu tau! Sekarang puas kan? Mana tanda tangannya?” Nadanya lebih terdengar lembut yang dibuat-buat.
“Seorang Gabriel Stevent Damanik nggak pernah asal berbicara. Dia selalu mempertanggung jawabkan kata-katanya. Dan tadi gue bilang ‘MAU’ jadi sekarang kita pacaran” Jawabnya enteng. Membuat mulut Ify ternganga. Begitu juga yang menyaksikan itu. Shilla dan Alvin makin geleng-geleng tak percaya dengan kelakuan Gabriel yang unik. Mau jadian aja ribet banget sih!
Gengsi banget lagi sampai menyuruh Ify yang nembak duluan.
Tanpa menunggu jawaban dari Ify, Gabriel mengambil buku penghubung Ify dan menandatanganinya. Dibawahnya tertulis.
-Iel, sie. Kewarganegaraan (pacar Ify)-
Setelah puas menulis itu, ia menyerahkannya kembali ke Ify dan kemudian menarik lengan Ify. Menuntunnya kepinggir lapangan. Tak peduli pipi Ify yang merah sekali sambil memperhatikan tulisan Gabriel. Bingung mau terlonjak girang atau marah karena sikap seenaknya Gabriel.
“Panas, fy ditengah lapangan kayak gitu. Pipi kamu jadi merah tuh” candanya santai.
Membuat pipi Ify malah semakin panas. Apalagi ketika menatap tangannya yang tengah digenggam lembut oleh tangan Gabriel. Ingin rasanya Ify langsung terbang kelangit ketujuh. Seandainya ini mimpi, Ify sama sekali tak ingin mengakhiri mimpi ini. Ia pun tersenyum menatap punggung Gabriel sambil berjalan ke koridor sekolah.
‘Ini bukan mimpi, fy. Ini kenyataan. Gabriel pangeran kamu, fy sekarang benar-benar jadi milik kamu’
--- * --- * --- * ---
“Thanks ya, kak” ucap Ify pelan setelah turun dari motor tiger milik Gabriel. Gabriel membuka kaca helmnya lalu tersenyum manis sekali pada Ify.
“Sama-sama, fy. Aku kan pacar kamu sekarang” Ya, sejak tadi itulah yang selalu dikatakan Gabriel setiap Ify masih belum terbiasa dengan sikap dan perhatian dari Gabriel padanya. Semua yang entah mengapa masih belum sepenuhnya Ify bisa percayai. Ia kini adalah pacar Gabriel.
Mendengar jawaban itu, Ify hanya sanggup membentuk garis tipis pada bibirnya. Ingin sebenarnya ia membentuk senyum jauh lebih manis dan lebih indah pada Gabriel. Agar Gabriel tak mengira kalau dia tak suka pacaran dengan Gabriel. Tapi semua ini masih terasa bagai mimpi bagi Ify. Mimpi indah yang membuat Ify tak ingin terbangun dari tidur.
Diperhatikannya, Gabriel yang memutar motornya. Bersiap-siap pergi. Ia beralih pada Ify yang masih berdiri didepan gerbang. Sekali lagi tersenyum manis. “Fy, maaf ya aku nggak bisa mampir. Mau pergi ke rumah temen dulu”
Ify hanya mengangguk kecil dan motor tiger itu pun melaju meninggalkan rumah Ify. Menghilang dibalik tikungan jalan. Ify berbalik arah untuk membuka pagarnya dan masuk kedalam rumah. Setiap langkahnya, diwajah Ify terpatri senyuman lebar. Membayangkan setiap detik yang terjadi hari ini. Dimana ia langsung merasa menjadi artis dadakan. Tiba-tiba saja menjadi pembicaraan banyak orang. Dan hampir semua kakak kelas panitia MOS mengenalnya.
Saat ini Ify bagaikan berada dalam cerita di dongeng. Gadis sederhana sepertinya, yang tiba-tiba bertemu dengan seorang pangeran tampan lalu mendapatkan cinta sang pangeran itu. Tentunya Gabriel lah pangeran itu. Seorang pangeran impiannya dulu.
Ia melewati ruang tamu masih dengan sebuah senyum menghiasi wajahnya, membuat Ozy mau tak mau heran melihat tingkah kakaknya. Secara ia melihat baru pertama kali Ify bisa senyum semanis itu. Dan anehnya, kenapa pulang-pulang dia senyum-senyum seperti itu. Tapi Ozy sama sekali tak berniat bertanya pada kakaknya, hanya bisa menggeleng-geleng saja. Memilih untuk kembali menikmati film yang ia tonton.
---*---*---*---
Siang telah berganti sore. Dan sepanjang itu pula, Ify menghabiskan waktu untuk berkhayal dan akhirnya malah tertidur dikamarnya hingga Shilla mengusiknya. Ia masuk dengan seenaknya dan duduk disamping Ify yang tertidur. Ekspresi wajahnya mengisyaratkan ketidak sabaran dihatinya. Siap-siap menghujam Ify dengan banyak pertanyaan.
“Ify, bangun. Udah pengen magrib tahu!” Protes Shilla sambil mengguncang-guncang tubuh Ify. Mau tak mau Ify membuka matanya. Malas-malasan. Ia mengerang sebentar lalu mengusap-usap matanya. Menguap sekali hingga matanya terbuka seutuhnya.
Melihat Shilla sedang menatapnya seperti ingin memakannya bulat-bulat, Ify manyun. Tubuhnya berguling memunggungi Shilla. “Ganggu aja, kak Shilla. Ify kan masih ngantuk”
“Udah pengen magrib, fy” ulang Shilla. Gemas. “Terus gue juga mau denger cerita versi kamu, fy. Kok bisa sih sampe kayak tadi”
Dengan enggan Ify bangun. Sebenarnya ia malu mengingat kejadian tadi siang. Dimana Ify ‘menembak’ Gabriel. Ia mengangkat sebelah alisnya menatap Shilla. Masih dengan tampang kusutnya sehabis tidur. “Emang kakak udah denger cerita versi Kak Gabriel?”
Shilla mengangguk. “Di ruang OSIS pas istirahat tadi, kakak sama Alvin mengintrogasinya dengan pertanyaan. Dasar tuh anak, suka banget bikin sensasi. Emang bukan dia kalau nggak lain daripada yang lain”
Mereka tertawa. Lalu Ify mulai menceritakan bagaimana, ia berniat meminta tanda tangan Gabriel lalu malah dapat perintah seperti itu. dan juga sikap Gabriel yang sok penting yang pura-pura ingin meninggalkan Ify. Lalu puisi buatan kilatnya yang entah mengapa terlontar begitu saja dari mulutnya saat menatap wajah Gabriel. Sampai sebuah pernyataan kalau Ify masih setengah percaya dengan semua kejadian ini. Bahkan juga bahwa Ify sebenarnya telah menyukai Gabriel sejak pertama kali bertemu beberapa bulan yang lalu. Shilla hanya tertawa mendengar setiap cerita Ify.
“kamu senang dong, fy?” Ledek Shilla yang sukses membuat pipi Ify memerah. Ify hanya mengangkat bahu dan mengalihkan pandangannya menutupi wajahnya yang memerah itu dari kakaknya. Tak mau mendapat ejekan lebih dari ini. “Tapi fy, kak Shilla kasih tahu aja ya. Kakak tahu bagaimana sifat kamu dan bagaimana sifat Gabriel yang menurut kakak disatu sisi kalian cocok tapi disatu sisi kalian berlawanan. Tapi ada kalanya, kamu yang keras kepala dan manja itu, fy harus bisa lebih pengertian sama Gabriel. Gabriel itu… adalah sosok orang yang selalu mengejar obsesinya dan sangat peduli pada teman. Dan kalau sudah seperti itu, apapun akan ia nomor duakan. Kakak harap kamu bisa mengerti dan memahami Gabriel jika saat itu datang”
“Maksud kakak?”
“Gabriel itu, yah pokoknya begitulah. Kamu jangan marah kalau suatu saat Gabriel lebih mementingkan obsesinya daripada kamu. Dan sering menelantarkan kamu. Kamu yah pokoknya jangan menuntut macam-macam dari Gabriel pokoknya” Jelas Shilla. Ify termenung dengan kata-kata kakaknya. Tapi akhirnya tersenyum.
“Apakah itu yang membuat kakak putus sama Kak Gabriel?” Tanya Ify agak hati-hati. Sebenarnya Gabriel itu adalah pacar Shilla sebelum Shilla pacaran dengan Alvin. Tapi hubungan mereka tak lama. Hanya satu bulan lalu kandas. Setelah itu walau mereka putus, bukan berarti hubungan mereka memburuk. Mereka malah menjadi sahabat yang baik. Hingga akhirnya Gabriel memperkenalkan Alvin pada Shilla. Dengan cara yang lain daripada yang lain (seperti biasa khas Gabriel) Gabriel menjodohkan, Shilla dengan Alvin. Maka sekitar tiga bulan setelah mereka putus, Shilla dan Alvin pacaran.
Shilla hanya mengendikkan bahu. Tersenyum menerawang. “Mungkin. Waktu itu karena ternyata Gabriel sangat peduli pada Alvin. Dia tahu kalau Alvin suka sama kakak” Merasa Ify mengalihkan pembicaraan mereka, Shilla kembali ke topick. “Kamu bisa kan fy? Mempersiapkan diri kalau suatu saat Gabriel menomor dua kan kamu?”
Selagi ia bisa, ia akan berusaha untuk bisa menjadi yang terbaik untuk Gabriel. Sebuah anggukan dari Ify pada kakaknya. Matanya memancarkan sebuah keyakinan untuk menyanggupi nasihat kakaknya. “Pasti, kak karena aku sayang sama Kak Gabriel”
--- * --- * --- * ---
Disebuah kamar luas bercat tembok warna cream, seseorang tengah tertidur dalam keheningan. Drrt..drrt… phonecell sony ericsson Aino miliknya bergetar-getar diatas meja kecil dimana lampu diletakkan. Memintanya untuk diangkat. Membuat mau tak mau si pemilik phonecell itu terbangun. Sambil meraba-raba meja disamping termpat tidurnya itu, ia meraih phonecellnya. Menyentuh layar bertuliskan answer lalu menempelkannya ditelinga. Tanpa sedikit pun melihat nama si penelepon.
“Halo?” Sapanya dengan mata masih terpejam.
“Kak, kakak ada dimana?” Tanya suara perempuan diseberang sana. “Aku ke rumah kakak tadi dan kata para pembantu kakak pergi dari kemarin. Emang kakak nggak sekolah hari ini?”
Laki-laki itu menghela nafas panjang lalu bangun dari posisi tidurnya. Sebelum ia menjawab pertanyaan perempuan diseberangnya yang sepertinya khawatir dengan hilangnya dia dari rumah. “Aku lagi ada diluar kota. Aku emang nggak sekolah hari ini, Cuma hari pertama paling belum belajar. Aku pulang besok”
“Kakak seenaknya aja ya? Main menghilang begitu aja dari Jakarta. Do you know that I’m really anxious about you?” Katanya dengan nada suara agak ditinggikan. Seperti seorang ibu yang marah memperingati anaknya. “Tapi kenapa kakak begitu aja pergi sih? Have any problem? You can tell to me” Suaranya berubah jadi lembut dan penuh perhatian.
Laki-laki itu menggeleng. Walaupun ia tahu pasti gadis manis yang tengah berbicara dengannya melalui via telepon tak mungkin melihatnya. “I’m okay. Really okay. Cuma aku malas aja masuk sekolah hari ini. Nggak tau kenapa, jadinya kabur ke luar kota deh”
Terdengar hembusan nafas dari seberang sana. “Terserah kakak deh. Tapi kakak harus janji kalau kakak pulang besok”
“Iya, aku ngerti. Aku pulang besok pagi-pagi banget kok. Nah sekarang biarin aku istirahat dulu ya, tadi aku lagi tidur dan kebangun gara-gara telepon dari kamu”
“Ya udah. Selamat istirahat ya kak” Kemudian telepon ditutup oleh perempuan diseberang sana. Nadanya agak sedikit ketus. Padahal tadinya ia berharap kalau laki-laki itu mau bertanya sedikit untuk sekedar basa-basi tentang sekolah SMAnya dihari pertama. Tapi harapannya sama sekali tak terwujud.
Phonecellnya ia letakkan kembali di meja belajar. Dimana sebuah pigura terpajang disana dengan foto tiga orang anak kecil disana. Mereka tersenyum manis bersama-sama. Ia menghela nafas panjang. Mengusap salah satu wajah anak kecil itu. Menatapi senyum manis itu. Apakah ia tak pernah bisa melihat senyuman itu lagi. Apakah senyuman itu lenyap bersama dengan semua kenangan ini.
Diletakkan kembali figura itu. Ia tak mau berlama-lama mengenang semuanya. Ia tak mau ikut hanyut dalam kesedihan yang selalu sama.
Part 2 : “SEBUAH NAMA BAGAIKAN MIMPI BURUK”
Murid-murid sudah banyak berpulangan dari sekolah. Menyisakan segelintir orang di lingkungan sekolah yang cukup luas ini. Kebanyakan dari mereka adalah panitia MOS yang masih sibuk mempersiapkan penutupan MOS esok hari. Disebuah kelas yang hampir kosong. Hanya ada Gabriel seorang diri yang tengah memasukkan buku-bukunya kedalam tas. Bersiap-siap untuk pulang karena Ify telah menunggunya dibawah.
Alvin masuk kedalam kelas itu. Ia memang berbeda kelas dengan Alvin. Ada beberapa hal yang harus ia bicarakan pada Gabriel mengenai hari esok. Karena itu ia menenteng beberapa kertas ditangannya. Kertas yang niatnya ingin ia berikan pada Gabriel. Shilla sudah ia suruh tunggu dibawah.
Ia menghampiri bangku Gabriel. Yang terletak tiga baris dari pintu di deret ketiga juga. Dari ekor matanya ia sempat melirik kebangku sebelah Gabriel. Dimana bangku itu tampak kosong.
“Dia nggak masuk lagi hari ini?” Tanya Alvin sambil menunjuk bangku itu dengan dagunya. Hanya sekedar meyakinkan.
Tadi pagi saat ia mendatangi kelas ini, si pemilik bangku ini memang tak ada. Bangkunya kosong. Padahal biasanya ia selalu datang paling pagi. Alvin dan Gabriel memang sibuk sekali hari ini sehingga sama sekali tak mengikuti pelajaran berlangsung tapi setidaknya mereka pasti akan melihat si pemilik bangku ini masuk atau pasti kalau ia masuk, saat istirahat, ia akan menghampiri mereka.
Gabriel ikut melirik bangku kosong itu lalu mengangkat bahu. Kemudian memakai tas ranselnya dikedua pundaknya. “Gak tau. Kemarin gue ke rumahnya, Cuma ada pembantu-pembantunya. Dan nggak ada satupun dari mereka yang tahu ‘majikan’ mereka itu kemana. Katanya udah nggak pulang selama dua hari” Jelasnya.
Mereka berjalan beriringan. “Gue bingung sama dia. Hilang tanpa jejak begitu aja, nggak tahu kalau kita sebenarnya khawatir sama dia. Kemarin si Via juga nelepon gue. Nanyain tuh anak kemana” Alvin mengacak-ngacak rambutnya. Agaknya frustasi dengan perbuatan sahabatnya yang satu itu.
Siapa juga yang tak khawatir kalau sohibnya hilang begitu saja. Tanpa kabar sedikit pun. Yang mereka takutkan kalau terjadi apa-apa dengan dia. Apalagi mereka yang tahu seperti apa sahabatnya itu. Takut-takut mendapat berita yang tak mengenakkan dari pihak yang tak mereka inginkan seperti polisi atau rumah sakit.
“Gosip itu nggak baik. Apalagi tentang gue” Suara itu membuat mau tak mau Gabriel ataupun Alvin bersamaan mengangkat wajah mereka. Menatap orang yang berbicara. Sebuah senyuman lebar terukir diwajah mereka begitu melihat orang yang daritadi menjadi objek pembicaraan mereka muncul dihadapan mereka, tengah bersandar didepan pintu sambil melipat kedua tangannya didada.
Gabriel buru-buru menghampirinya dan langsung menghadiahi sebuah jitakan sebagai ucapan selamat datang. “Lo kemana aja sih? Kok masuk nggak bilang-bilang!” Protesnya persis seperti seorang kakak yang mengkhawatirkan adiknya.
“Tadi gue telat” Jawabnya singkat sambil mengelus-elus dahinya yang kena ‘hadiah’ dari Gabriel itu. “Dan tadi pas istirahat gue liat lo berdua sibuk. Ya udah gue milih di dalam kelas terus”
Alvin mengerutkan kening. Matanya menyipit menyelidik sahabatnya. “Telat? That’s not like you” gumamnya tak percaya.
“Telat sekali-sekali nggak apa-apa kan? Lagipula lo tahu sendiri kalau jalan tol dari Sentul ke Jakarta itu macet banget kalau pagi” Jelasnya. Menyatakan alasan telatnya. Ia memang pagi ini berangkat dari Sentul. Tepatnya Sentul City, disalah satu villa pribadi milik keluarganya. Tempat dimana ia menghabiskan dua harinya. “Pengennya gue menghindari macet dengan naik helicopter. Tapi sayangnya sekolah kita nggak punya heliped” berbeda dari isi ucapannya yang seperti sebuah candaan nada dan ekspresinya terkesan datar.
Gabriel menatapnya tak percaya dengan pernyataan temannya yang berbicara dengan santai mengutarakan alasannya. “Jadi, lo menghilang dan pergi ke Sentul?” Tanya Gabriel sinis. Sama sekali tak mengerti jalan pikiran temannya yang satu ini. Ngapain coba pergi dari Jakarta dan menginap disana lalu berangkat sekolah dari sana. Pasti berangkatnya harus pagi-pagi sekali.
Laki-laki itu mengangguk. Santai seolah itu bukan hal yang aneh dan menurutnya wajar. Sama sekali tak peduli ekspresi aneh dari kedua sahabatnya mendengar pernyataan gamblangnya itu. Dia bahkan menambahkan.
“Cuma nginap dua hari doang di Sentul City. Udah lama gue nggak berkuda” Sama halnya dengan anggukannya. Ia menjawab santai.
Alvin dan Gabriel hanya bisa geleng-geleng kepala. Kalau liburan kan seharusnya dari kemarin-kemarin, tapi temannya satu ini malah liburan ketika sekolah sudah masuk. Asyik berkuda atau bermain golf di Sentul City padahal di Jakarta orang-orang udah agak khawatir sama dia.
Tapi setidaknya mengetahui sahabatnya baik-baik saja membuat mereka cukup lega.
“Eh, iya. Gabriel gue tadi balik lagi karena lihat lo masuk sini. Gue mau bilang, buat besok di gelar eskul, Gue pilih lo buat tanding sama gue. Gak perlu pakai latihan segala kayak eskul lainnya” Jelasnya kembali ketujuan awalnya ia yang tadi sudah mau masuk mobil melihat Gabriel memutuskan untuk balik ke kelas lagi.
Gabriel tersenyum mengacungkan jempolnya. “Beres! Gue bakal tanding serius loh”
“Itu yang gue harapkan” gumamnya.
Tiba-tiba phonecell Alvin berdering. Tangan Alvin pun bergerak merogoh sakunya dan mata sipitnya langsung membelalak –tak terlalu lebar mengingat matanya yang pada dasarnya sudah sipit- melihat nama si penelepon pada layar phonecellnya. Shilla. Ia menekan tombol reject dan menoleh pada kedua temannya.
“Gue lupa Shilla nungguin gue diparkiran” Ujar Alvin.
Shilla? Kayaknya ada sesuatu yang juga di Gabriel lupakan. Apa ya? Mata Gabriel ikut membelalak mengingat Ify juga tengah menunggunya diparkiran. “Ya ampun. Ify juga udah nungguin dari tadi” Ia menepuk dahinya.
“Ify?”
Alvin dan Gabriel menoleh kearah sahabatnya. Lalu tersenyum lebar melihat temannya yang bingung dengan nama yang asing baginya. Kalau Shilla sih, dia sudah tahu. Alvin dan Shilla kan sudah pacaran cukup lama. Tapi kalau Ify? Siapa dia? Apakah tidak masuk sehari saja, ia langsung ketinggalan berita tentang sahabatnya satu ini?
“Iya, Ify adiknya Shilla yang sekarang resmi jadi pacarnya Gabriel kemarin. Lo melewatkan sebuah tontonan seru. Gabriel bikin sensasi” Alvin menjawab kebingungan sahabatnya itu.
Laki-laki itu mengerutkan kening. Mereka kini berjalan beriringan ke parkiran. “Kok bisa? Dia anak baru disekolah ini?”
Dengan semangat ’45, Alvin pun menceritakan secara detail kejadian kemarin. Dimana Gabriel menyuruh Ify menembaknya ditengah lapangan. Menyuruh Ify membuat puisi yang tak menyangka sangat indah dan dengan santainya memutuskan secara sepihak kalau mereka resmi jadian. Kontan membuat Ify terbengong-bengong.
Mendengarkan cerita itu, sesekali sebuah garis tipis dan kecil terbentuk diwajah laki-laki berkulit sawo matang itu. Cukup untuk menyatakan ia turut bahagia atas kebahagiaan temannya juga.
Ia menoleh kearah Gabriel sambil memamerkan sebuah senyum miring. “Congratulate yel” Ujarnya tulus. Gabriel hanya terkekeh malu tangannya mengaruk belakang daun telinganya yang tak gatal. Emm, ia jadi ingin melihat seperti apa gadis yang membuat sahabatnya ini, Gabriel luluh. Setahunya, Gabriel itu tipe pemilih. Pasti gadis ini spesial.
Tak lama mereka pun tiba di parkiran. Parkiran motor dan mobil sekolah mereka jadi satu. Dari kejauhan terlihat Shilla dan seorang perempuan kurus berambut lurus panjang tengah menanti didepan mereka. Perempuan yang menurutnya bernama Ify. Sayang wajahnya tak terlalu jelas. Laki-laki itu berhenti di sebuah mobil miliknya. Sedangkan Alvin dan Gabriel menghampiri pacarnya masing-masing.
Dari tempatnya sekarnag ia masih terus memperhatikan sosok mereka. Lebih tepatnya kearah perempuan yang disamping Shilla. Penasaran dengan sosok gadis yang mampu merebut hati Gabriel. Ia langsung mengerutkan kening ketika sosok gadis itu menoleh. Memperlihatkan wajahnya.
‘emm, perempuan itu. Sepertinya pernah melihatnya disuatu tempat’ pikirnya tapi selanjutnya memilih untuk tak ambil peduli dan masuk ke mobilnya.
--- * --- * --- * ---
Sorak sorai dan tepuk tangan bergemuruh mengisi lapangan setelah gelar eskul dari eskul anggar berakhir. Wajar saja kalau eskul satu ini mendapat respon bagus dari para siswa siswi yang menyaksikan. Sebuah penampilan sempurna layaknya pertandingan nyata disebuah olahraga eskul anggar. Berbeda dengan penampilan dari eskul lain yang terlihat jelas kalau semua itu sudah diskenariokan.
Bahkan Ify sampai tak berkedip menatapi kedua orang yang sama-sama ditutup helm pelindung itu saling menyerang. Matanya memancarkan binar yang tak biasa.
Sang MC pun kemudian membacakan sekilas tentang eskul ini. “Eskul yang dibentuk sejak setahun yang lalu namun sudah menuai prestasi dalam beberapa perlombaan. Eskul ini diketuai oleh Mario Stevano Aditya Haling dan dibina oleh Pak Duta serta dilatih oleh atlet anggar professional…” Sang MC masih terus berceloteh tentang eskul tersebut.
Kedua laki-laki itu menyudahi pertarungan mereka dan memberi hormat pada para siswa dan siswi. Yang satunya, membuka helm. Banyak yang langsung menjerit histeris begitu melihat si jagoan satu itu. Namun Ify masih asyik melamun tak terlalu menyadari siapa orang itu. Hingga lengannya disenggol oleh Nova, salah satu teman barunya di SMA.
“Fy, liat tuh pacar lo. Kak Gabriel,” Nova kembali histeris lalu mengguncang-guncang lengan Ify. “Tuh, kak Gabriel senyum ke lo, fy”
Ify mengikuti arah pandang Nova, benar saja, Gabriel tengah tersenyum pada Ify diantara kerumunan banyak orang. Wajah Ify agak memerah. Tersipu, ia membalas senyum Gabriel semanis mungkin. Ternyata salah satu jagoan itu adalah Gabriel. Usai memberi hormat, kedua orang itu meninggalkan tengah lapangan.
Terdengar respon kekecewaan dari mereka. Termasuk, Nova dan Agni –yang juga teman baru Ify- mendesah. “Yah, kok Kak Mario nggak buka pelindung kepalanya sih?” Protes Nova kecewa.
“Padahal gue penasaran banget sama mukanya. Penampilannya tadi keren banget. Kak Gabriel aja sampai kualahan dan terus kalah” Tambah Agni. Membuat Ify menoleh ke Agni sambil mengangkat alis.
“Iya, gue yakin tampangnya keren. Sama kerennya kayak penampilannya” Nova menyetujui.
Bagaimana tidak. Walau baru kenal tiga hari dengan Agni, terlihat jelas kalau sifat Agni itu tomboy. Masa’ sih sampai sebegitu kecewanya tak bisa melihat wajah laki-laki misterius bernama Mario itu, yang merupakan ketua dari klub anggar ini?
“Ag, tumben lo tertarik sama cowok” Gumam Ify polos. Dan langsung mendapat pukulan pelan di pundaknya.
Agni manyun. Dia memang tomboy, tapi kan tak ada salahnya kalau dia terpesona dengan seorang laki-laki. Karena bagaimanapun dia kan tetaplah perempuan. “Jahat lo, fy! Gue kan masih normal. Masih suka cowok. Lagipula harus gue akui Kak Mario memang keren kok. Beda dari cowok kebanyakan yang memang sok keren, Kak Mario itu kerennya alami. Wajar gue penasaran bagaimana wajahnya”
“Memangnya gue nggak keren dimata lo, Ag?” Tanya seorang cowok yang tiba-tiba saja langsung ikut bergabung. Cakka, teman sekelas mereka juga yang dulunya adalah teman Agni satu SMP. Pertanyaan Cakka langsung dihadiahi toyoran dari Agni yang melengos. Merusak suasana aja Cakka.
“Ya, fy. Agni betul. Kak Mario itu terkesan, apa ya… bedalah” Tutur Nova membela Agni. Para perempuan ini sama sekali tak menghiraukan Cakka sedikit pun “Kalau lo sih nggak bakal ngerti secara lo kan naksirnya sama Kak Gabriel. Udah pacaran lagi”
“Kok jadi bawa-bawa Kak Gabriel sih? Sirik ya gue pacaran sama Kak Gabriel” Telunjuk Ify teracung kearah dua temannya itu. “Tapi, gue tertarik mau masuk eskul itu. Kayaknya, eskul itu lain dari pada yang lain”
Nova dan Agni malah mencibir. “Huh, bilang aja gara-gara disana ada Kak Gabrielnya. Iya kan?” Tuding mereka berdua.
Ify hanya bisa cengengesan sambil garuk-garuk kepala. “Itu juga salah satu alasannya. Ya udah gue mau cari Kak Gabriel dulu. Mau tanya lebih lanjut tentang eskul anggar”
Belum dijawab oleh kedua temannya, Ify langsung kabur dari sana. Keluar dari kerumunan orang. Padahal acara gelar eskul itu belum berakhir. Kepalanya celingak-celinguk mencari sosok yang sangat ia kenali. Gabriel.
Ia langsung tersenyum sumringah ketika melihat Gabriel sedang duduk di bangku kayu didepan TU. Sambil menenggak air mineral dan handuk tersampir di bahunya. Masih mengenakan seragam eskul anggar yang biasanya digunakan untuk bertanding itu.
Dengan langkah cepat, ia sudah tiba dan duduk disebelah Gabriel. Tersenyum lebar menatap Gabriel. Menunggu ia menyelesaikan minumnya. Gabriel yang menyadari itu, menoleh kearah Ify. Nampak bertanya apa yang Ify inginkan. Terlebih melihat ekspresi Ify yang sepertinya punya maksud sesuatu menemuinya.
“Apa?” Tanya Gabriel singkat. Manis.
Ify semakin tersenyum. Binar matanya menatap Gabriel penuh semangat. “Tadi kakak keren” tuturnya jujur untuk berbasa-basi. Biasanya memang itu kan yang dilakukan seorang kekasih. Memberi pujian. Tapi yang ini bukan sekedarnya. Ucapan itu memang tulus dari hati Ify. Walau sebagian hatinya mengakui yang membuat penampilan itu keren adalah Kak Mario, yang bertanding bersama Gabriel tadi.
“Thanks” Ujarnya sambil tersenyum.
“Tapi tadi kakak kalah sama Kak Mario. Pasti dia emang hebat” Tambah Ify dengan nada jahil. Berharap Gabriel akan merasa sedikit cemburu. Tapi sayangnya tidak. Ify pun kembali melanjutkan kalimatnya. “Aku jadi tertarik deh ikut eskul anggar. Mau tahu lebih dalam lagi tentang olahraga beladiri itu”
Gabriel kembali tersenyum. Merasa senang kalau pacar barunya itu mau masuk eskul yang sama dengannya. Berarti kan waktu bersama-sama juga lebih banyak. “Wajar dia kan emang dari dulu sudah menekuni Anggar. Kalau begitu nanti aku kenalin ke ketuanya biar kamu bisa lebih tanya-tanya sama dia” ujarnya bersemangat. Tapi tiba-tiba ia terdiam, raut semangatnya pun memudar sepersekian detik kemudian. Mengingat keputusannya ada yang salah. “Nggak deh, jangan. Lebih baik kamu tanya sama aku atau Pak Duta aja”
“Wah, jangan-jangan kakak cemburu ya kalau misal aku deket-deket sama dia” tuding Ify. Jarinya menunjuk kearah wajah Gabriel. Sambil tersenyum jahil.
Buru-buru Gabriel menggeleng. Segera menyanggah. Mana mungkin ia cemburu pada orang itu, sahabatnya sendiri. Apalagi ia tahu sikap sahabatnya itu, sangat mustahil untuknya bisa cemburu padanya. “Nggaklah. Rio kan sahabatku, nggak mungkinlah aku cemburu kalau kamu deket-deket sama dia. Ya udah nanti aku kenalin ke dia. Lagipula, dia juga belum tau kamu yang kayak gimana”
“Ri..Rio?”
“Iya, maksudnya Mario. Aku biasa panggil dia Rio”
Deg. Seperti ada batu besar yang menghantam Ify ketika sebuah nama disebutkan oleh Gabriel. Rio. Ya, entah mengapa perasaannya langsung tak enak. Pikirannya kembali melayang ke beberapa waktu yang lalu. Nama itu, nama yang paling tak Ify sukai semenjak hari itu. Nama orang kaya sombong yang pernah menginjak-injak harga dirinya.
“Maafin Kak Rio ya” Kata-kata perempuan cantik itu kembali terngiang ditelinga Ify. Wajah laki-laki menyebalkan itu kembali terbayang oleh Ify. Dengan sikap angkuhnya itu. Cepat-cepat Ify buang pikiran itu. Berusaha berfikir positif. Nama Rio kan banyak. Belum tentu Rio yang sama.
Tiba-tiba tangan lembut Gabriel menarik tangan Ify. Membuat Ify tersadar dari perjalanan dalam ingatannya itu. Ify terheran dan langsung menoleh kearah Gabriel, bingung kenapa tiba-tiba Gabriel menariknya bangun dan berjalan ke suatu arah. Ditatapnya Gabriel dengan penuh heran.
Yang ditatap, malah sibuk memperhatikan ke suatu arah. Seolah apa yang diperhatikannya akan hilang kalau ia berpaling sebentar. Ify mengikuti arah pandang Gabriel dan menemukan sesosok laki-laki yang memakai stelan seragam sekolah mereka. Kemeja cream dan celana coklat dan sebuah dasi. Seragam yang seharusnya bisa menyamakan derajat seseorang tapi entah mengapa aura orang itu begitu kuat sehingga sama sekali tak menutupi karakternya.
Orang itu. Jantung Ify semakin berdegup kencang. Berusaha untuk tak mempercayai apa yang sedang dilihatnya. Matanya terpejam dan berdoa kalau apa yang dilihatnya hanya halusinasinya. Karena sejak tadi ia malah memikirkan wajah orang itu. Tapi saat ia buka matanya kembali, wajah orang itu tak sedikit pun berubah. Tetap menjadi wajah menyebalkan bagi Ify.
Ketika mereka sudah dekat, Ify buru-buru menundukkan kepala. Menutupi wajahnya. Sekaligus tak berani menatap laki-laki itu. Entah mengapa, ia jadi hatinya langsung ciut karena merasa aura laki-laki itu.
“Rio” Panggil Gabriel. Dan sepertinya, orang itu –orang yang bernama Rio itu- menoleh. Mengangkat sebelah alisnya saat melihat Gabriel tak sendiri. Malah sedang menuntun seorang gadis. Pemandangan yang cukup membuat Rio yakin kalau gadis itu memang gadis kemarin, pacar Gabriel yang bernama Ify.
Mereka kini sudah berdiri berhadap-hadapan. Ify bisa merasakan kalau saat ini, Rio sedang mengamati profilnya. Dari ujung kaki sampai ujung kepala selama beberapa saat lalu kembali menoleh ke Gabriel.
“Kenalkan, ini Ify, pacar gue yang gue ceritain kemarin. Dan Ify, ini Rio, sahabat aku sekaligus ketua klub anggar”
Takut-takut, Ify mengulurkan tangannya. Sama sekali tak berani mengangkat wajahnya. Ia sebenarnya enggan beramah-tamah dengan orang ini. Tapi setidaknya ini hanya untuk menghormati Gabriel sebagai pacarnya. “Ify”
“Rio” jawabnya singkat tanpa sedikit pun menyambut uluran tangan Ify. Kedua tangannya masih dibenamkan kedalam saku celananya.
Merasa kheki, Ify menarik kembali uluran tangannya. Hatinya sudah kesal. ‘Huh, sombong sekali laki-laki ini. Dasar belagu. Awas kalau nggak ada Gabriel saat ini, gue pasti udah buat perhitungan sama lo!’ Batin Ify gondok.
“Eh, Ri, katanya juga Ify mau masuk klub anggar. Kan jadi kita udah punya satu anggota” Jelas Gabriel masih dengan tenang. Tak menyadari kalau sebenarnya diantara Ify dan Rio ada hawa dingin yang tipis. Hawa dingin yang bisa saja seketika meledak panas kalau-kalau Gabriel pergi.
Sekali lagi, Ify merasakan ia kembali diamati oleh Rio. Dengan tatapan yang sama tajamnya seperti waktu pertama mereka bertemu. Ify takut kalau Rio menyadari siapa dirinya. Tapi kini ia tak terlalu peduli. Diberanikannya wajahnya diangkat. Yang tak Ify sangka, ekspresi Rio sangat datar dan sama sekali tak menunjukkan ekspresi keterkejutan melihat Ify adalah gadis yang pernah bertengkar dengannya tempo lalu.
“Ada yang salah sama aku?” Tanya Ify sebisa mungkin nadanya dibuat biasanya. Ia jujur tak nyaman ditatap seperti itu oleh Rio.
Rio berhenti mengamati profil Ify memandang lurus ke mata Ify. Tajam dan menusuk. Tapi dengan ekspresi yang masih sama datarnya seperti tadi. Kepala Rio bergerak ke kanan-kiri pelan. Sepertinya menggeleng. “Nggak. Itu hak lo mau masuk eskul mana aja” Ujarnya dengan intonasi yang masih sama angkuhnya seperti waktu itu. Rio lalu beralih dari Ify ke Gabriel. Berjalan kesisinya lalu menepuk pundaknya. “Gue ke kantin dulu ya, yel. I haven’t eat breakfast in this morning”
Gabriel tersenyum miring pada Rio yang sudah berjalan mendahuluinya kesisinya. “Pertandingan tadi emang menguras tenaga yo. Dan gue akui, lo memang sangat unggul dari gue”
“That’s very exciting game, yel. Thank you for give me your best perform” bisiknya lalu berlalu meninggalkan Gabriel dan Ify.
Kemudian, Gabriel menoleh kea rah pacarnya yang berdiri disampingnya. Yang menatap lurus kedepan. Kosong dan hampa. Gabriel menghela nafas lalu meremas lembut jari- jemari Ify yang saling terpaut dengan jari-jemari miliknya. Seperti memberi sebuah isyarat dari gerakan itu.
“Rio… emang sifatnya begitu. Karena itu, dugaan kamu salah kalau aku bakal cemburu sama dia kalau kamu deket deket sama dia. Kamu lihat sendiri gimana dingin sifatnya” Gumamnya pelan pada Ify.
Ify membenarkan pernyataan itu dalam hati.
“Tapi Rio baik kok. Jadi kamu jangan langsung men-judge dia itu buruk dulu karena kau belum benar-benar mengenalnya” Tambah Gabriel lagi.
Tidak. Gabriel sama sekali tak tahu bagaimana Rio pernah mempermalukannya didepan umum. Sebuah kejadian yang membuat Ify sudah tak menyukai sifatnya. Bahkan membencinya. Tapi Ify sama sekali tak berniat memberi tahu Gabriel. Biarlah, hanya dia, Rio dan Tuhan saja yang tahu itu. Sebenci dan tak sesuka apapun Ify pada salah satu sahabat Gabriel itu, ia tak mau persahabatan mereka hancur. Lagipula sepertinya Rio juga sama sekali tak ambil peduli dengan kejadian itu. berarti ia sama sekali tak mau mengungkit masalah itu didepan Gabriel. Kalau begitu ia juga akan melakukan hal yang sama.
Tapi melakukan hal yang sama bukan berarti melupakan kejadian itu bagi Ify. Ify hanya mencoba memberi kesempatan pada Rio. Mungkin saja mereka memang bisa berteman. Atau setidaknya, hawa diantara mereka bisa sedikit menghangat. Yah, hubungan antara sahabat pacarnya. Bukan sebagai rival atau musuh.
---- * --- * --- * ----
Sebuah mobil Porsche berhenti terparkir indah di garasi yang lebih mirip seperti show room mobil-mobil mewah yang kebanyakan buatan Eropa itu. Seorang laki-laki keluar dari mobil mewah itu. Masih berstelan seragam SMA yang melekat ditubuhnya tak karuan. Kemejanya sudah keluar dari celananya, dan dasi sudah tak terpasang lagi di kerahnya. Hanya dengan sekali sentuhan pada tombol remote key, pintu mobil itu otomatis terkunci.
Ia pun melangkahkan kakinya menuju ke tangga yang menghubungkan garasi yang letaknya dibawah tanah itu dengan rumah utama. Tapi langkah kakinya terhenti begitu melihat siapa yang tengah berdiri di daun pintu, melipat kedua tangannya di dadanya. Tersenyum begitu mengetahui Rio sudah menyadari keberadaannya yang berdiri cukup lama disana. Ketika mobil baru saja masuk.
“Hai, kak” Sapanya manis, sebuah senyum menyertainya membuat disebuah lesung terhias dipipinya. Menambah kecantikan gadis yang memang sudah cantik itu yang dibalut dengan sebuah sundress sederhana yang manis.
Rio tak lekas menjawab, ia malah melanjutkan langkahnya menaiki setiap anak tangga. “Mau ngapain kamu? Kenapa ada disini?” Tanyanya dingin. Seperti biasa. Berjalan begitu saja melewati gadis itu. Gadis itu hanya bisa menghela nafas letih sambil mengikuti langkah laki-laki yang lebih tua setahun darinya itu masuk ke dalam rumah utama.
Diikutinya duduk di sebuah sofa diruangan itu setelah Rio sebelumnya juga sudah menghempaskan tubuhnya di sofa nyaman itu. “Memangnya aku perlu punya alasan untuk datang kesini? I just wanna spend my time with you, is it wrong?” Ia malah balik bertanya.
Dari ekor matanya, Rio melirik gadis yang duduk disampingnya itu. Yang tengah menunggu jawaban dari Rio. Rio menggeleng. “Nggak. Nggak salah. Rumah ini kan sudah seperti rumah kamu juga. Aku nggak ngelarang, kamu boleh datang kapanpun kamu mau” Jawabnya lugas namun masih bernada datar.
Kepalanya di senderkan ke sandaran kursi dan memejamkan matanya sejenak. Tangannya memijak-mijat pangkal hidungnya. Dimata gadis itu, Rio terlihat sangat lelah hari ini. Agak kesal dengan penyakit insomnia yang diidapnya belakangan ini.
“Aku kangen sama kakak. Aku khawatir pas kakak hilang begitu aja dari Jakarta dan baru sekarang aku bisa dateng kesini” Ujarnya membuka pembicaraan.
Belum sempat Rio merespon, seorang pelayan rumahnya datang menghampiri mereka dengan membawa nampan yang diatasnya ada dua buah gelas berisi orange juice dingin. Yang Nampak sangat menggiurkan dihari yang panas ini –walau diruangan itu sama sekali tak panas karena sudah dipasang tiga buah AC-. Kedua gelas itu lalu dipindahkan dari nampan ke atas meja kaca dihadapan mereka.
Lalu agak membungkuk pada sang ‘majikan’ dan gadis itu. Nampan bundar itu didekap didadanya.
“Minum dulu, Tuan. Tuan Muda Nampak lelah sekali, butuh saya ambilkan sesuatu?” Ujar pelayan itu. Rio menggeleng lalu pelayan itu pun permisi untuk kembali ke tempatnya.
Setelah pelayan itu pergi, gadis itu mengambil segelas orange juice itu dan menyodorkannya pada Rio. Tapi sama sekali tak diindahkan oleh Rio sedikit pun. “I think you must drink a little to fresh your mind”.
Mau tak mau Rio pun menerima gelas itu dan menengguk sedikit isi dalam gelas itu. Kemudian menyerahkannya kembali pada gadis itu. Gadis itu kembali meletakkan gelas itu ke atas meja. Tempatnya semula.
Gadis itu kembali menoleh kearah Rio. menatapnya mata hitam bening Rio yang telah kehilangan cahayanya. “How about your school today? Is something exciting to tell me?” Tanya penuh kepedulian dengan sebuah senyum terkembang diwajahnya. Senyum yang seharusnya bisa membuat setiap laki-laki terpesona tapi tidak untuk laki-laki disampingnya ini. Pertanyaan yang bukan hanya untuk sekedar berbasa-basi. Lebih bertujuan untuk membunuh keheningan yang mengerikan diantara mereka.
Ia tak pernah suka keheningan itu. Terkadang, setiap ia menatap wajah Rio, ia sangat berharap bisa menemukan ekspresi tawa, senyum atau keceriaan diwajah tampan itu. tapi semakin ia berharap, ia akan semakin kecewa. Karena ia tak akan pernah menemukan ekspresi itu. Hanya ada ekspresi dingin, datar, cuek, acuh tak acuh yang dimiliki Rio. Yang sudah menjadi sebuah karakter yang membentuk seorang Mario Stevano.
Laki-laki itu menggeleng. “Sekolah biasa aja. Nothing important to talk about it” Jawabnya singkat. Yang hanya disambut oleh hembusan nafas dari gadis itu. Satu hal lagi yang ia harapkan. Seandainya Rio bisa menjadi sosok yang terbuka. Bukan sosok tertutup yang selalu menyimpan ceritanya sendiri.
Gadis itu mengubah posisinya agak lebih berhadapan dengan laki-laki itu. “Do you have some schedule in Night Sunday next week?” Akhirnya gadis itu pun menyatakan langsung maksud kedatangannya kesini. Rio menggeleng. Gadis itu pun melanjutkannya. “Angel invites me to join her party. Would you accompany me?”
“Angel yang mana lagi?” Bukannya malah menjawab. Rio balik bertanya.
“Teman lama dan juga partner aku dulu. Dia merayakan pesta ulang tahun dan aku juga diundang. Nggak enak dong kalau nggak dateng. Nanti dia kira aku sombong setelah aku berhenti jadi public figure” Jelasnya lagi. Nadanya terdengar sangat memelas berharap agar Rio mau menemaninya.
Rio melengos. “Aku menolak pasti kamu nggak mau datang. Yah, mau bagaimana lagi. Minggu depan kan?”
Gadis itu mengangguk senang. Walau Rio berkata seolah hatinya sama sekali tak ikhlas untuk mengiyakan. Sebuah senyum lebar kembali terkembang di wajah manis itu, menampilkan sederet gigi putih dan rapi miliknya. “Kakak tahu aja”
Langganan:
Postingan (Atom)